Langsung ke konten utama

HANYA MODAL PERCAYA


Suatu ketika seseorang bertanya kepada saya :

"Bagaimana membuktikan bahwa ada kehidupan atau penghukuman kekal setelah kematian?"

Alih-alih menjawab dengan cara membongkar atau meruntuhkan presaposisinya, saya malah menjawab bahwa saya tidak tahu, dan saya rasa, saya tidak akan pernah bisa membuktikan itu, saya hanya percaya pada Alkitab dan Alkitab saya memberikan informasi seperti itu, maka saya percaya atau imani itu. Jika kitab suci saya salah, maka saya juga salah. Tapi saya percaya bahwa kitab suci saya benar, dengan demikian kepercayaan saya tentang adanya surga dan neraka ini juga pasti benar.

"Jadi hanya bermodal percaya dan keyakinan saja, tanpa bisa membuktikan?" Tanyanya lagi.

Saya jawab : "Iya, dalam hidup ini terkadang untuk menerima proposisi tertentu memang hanya bermodalkan keyakinan, kita tidak benar-benar telah memverifikasi kebenarannya, atau membuktikan secara empiris bahwa itu benar adanya. Saya beberapa kali naik pesawat, tapi saya tak pernah menanyakan ijasah atau sertifikat penerbangan pada pilotnya, saya juga tak meminta hasil tes urine atau kesehatan pilotnya agar bisa memastikan bahwa sang pilot memang benar telah lulus test kesehatan sehingga ia benar bisa menerbangkan pesawatnya saat itu. Saya hanya percayakan saja pada pilotnya.

Saat saya makan di sebuah restoran, saya tak pernah meminta bukti hasil lab bahwa makanan ini bebas dari racun atau zat berbahaya lainnya, atau apakah restoran ini ada ijin dari badan pengawas makanan atau lembaga sejenisnya, sehingga restoran ini layak untuk beroperasi. Saya hanya percaya saja pada restorannya. 

Jika kepada manusia saja, dalam konteks atau pengertian tertentu kita bisa menaruh kepercayaan padanya, lalu mengapa kita harus meragukan kesaksian Alkitab, dimana Allah sendiri yang berbicara kepada kita?".

~Dionisius Daniel Goli Sali

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m