Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2022

APAKAH SEORANG PENULIS HARUS MENGABAIKAN SETIAP KRITIKAN?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Pertanyaan yang menjadi judul dari artikel ini lahir sebagai tanggapan saya atas cuplikan pada salah satu buku yang sedang ditulis oleh seseorang yang berinisial B K. Dalam buku terbaru yang sedang beliau tulis yang diberi judul " Does a Pastor really need to write a book?",  Beliau mencantumkan beberapa nama penulis yang beliau anggap sebagai inspirator beliau secara pribadi dalam menulis. Diantara beberapa nama yang beliau sodorkan, ada satu nama yang menyita perhatian saya, yaitu Pdt Erastus Sabdono. Dalam beberapa tahun belakangan ini, nama Erastus Sabdono telah menjadi buah bibir di kalangan intelektual Kristen, hal ini tidak terlepas dari ajarannya yang "nyeleneh" dan menyimpang dari iman Kristen yang konservatif. Saya sendiri bahkan tidak ragu untuk menyatakan bahwa ajaran Erastus Sabdono adalah SESAT! dengan merujuk kepada Alkitab dan standar iman Kristen yang dirumuskan oleh para bapa-bapa gereja. Sebelum masuk

SESAT PIKIR IGNORATIO ELENCHY

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali Di dalam sebuah WAG (WhatsApp Group) alumni kampus kami. Saya iseng-iseng memposting sebuah tulisan bergambar dengan caption " Berusaha menutupi kesalahan A dengan mengungkapkan kebaikan B, tidak akan membuat kesalahan A menjadi benar". Gambarnya seperti di bawah ini : Gambar Screenshot   Lalu seorang teman saya menanggapi postingan saya ini, dengan memberikan satu argumentasi. Ringkasan argumentasinya seperti ini : "Memang faktanya suatu kebaikan tidak bisa membenarkan sebuah kesalahan, tapi mampu menutupi kesalahan, dan hal ini telah menjadi semacam hukum alam dan realita" lebih lanjut katanya, "logika itu berlawanan dengan realita" Saya tidak setuju dengan argumentasi teman saya ini, saya kemudian memberikan counter argumen terhadap argumennya ini. Saya berkata bahwa jangan mengambil kasus yang umum untuk dijadikan sebagai standar kebenaran, sebaliknya belajar lah logika agar kita mempunyai pikir

BOLEHKAH ORANG KRISTEN BEROBAT DENGAN PENGOBATAN ALTERNATIF?

Dikutip Dari Group Studi Reformed MYM PERTANYAAN  Apakah diperbolehkan dalam ranah Etika Kristen dalam menjalani terapi pengobatan alternatif atau pengobatan-pengobatan yang bersifat tradisional, Misalnya menjalani terapi bagi para suami & istri dalam kasus seperti ereksi, impotensi, lemah syahwat, ukuran penis yang kecil ingin diperbesar, sperma encer, ejakulasi dini, dst?. JAWABAN  1) Biasanya pengobatan alternatif berkaitan secara langsung atau tidak langsung dengan panteisme Gerakan Zaman Baru (GZB). Di dalam GZB, bercampur segala macam spiritualisme, e.g. agama-agama Timur, okultisme, perdukunan, orang-orang yang mengeksplorasi chi atau ki (tenaga semesta), yoga, membangkitkan kundalini (semacam kekuatan ilahi yang terletak antara dubur dan alat kelamin), hongsui, fengsui, dll. Bagi saya, semua yang menjalankan pengobatan alternatif saat ini tak berbeda dari dukun. Cuma namanya saja terdengar lebih keren, e.g. sinshe, paranormal, dll. Saya pernah meneliti GZB secar

TRI MURTI DAN BRAHMAN DALAM AGAMA HINDU

Trimurti dalam Hindu itu bukanlah tiga dewa yang berbeda, yang punya substansi dan pribadi sendiri-sendiri. Tidak! Trimurti dan banyak dewa lainnya, menurut agama Hindu, adalah penampakan dari Brahman, yakni realitas utama, atau keberadaan yang sejati. Lebih jauh lagi, Brahman ini adalah alam semesta yang tidak ada kejamakannya (plurality), karena kejamakan yang kita lihat dalam dunia ini adalah ilusi (maya). Brahman ini adalah segala sesuatu, dimana juga berada dalam diri anda, yang disebut Atman. Hakekat manusia adalah Atman dan Atman adalah identik dengan Brahman (Atman ca Brahman).  Dengan demikian, maka inti kepercayaan Hindu adalah bersifat monistik panteistik yang meyakini bahwa segala sesuatu adalah allah, dan segala sesuatu adalah satu dan sama. Nah, mengapa ada konsep mengenai dewa dan dewi dalam penyembahan Hindu? Itu sengaja diadakan untuk memudahkan manusia mengadakan pemujaan. Nanti, jika seseorang sudah mendapat pencerahan, maka dia akan tahu bahwa dirinya ad

APAKAH KITA TIDAK PERLU MEMIKIRKAN TENTANG KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN?

Beberapa hari yang lalu saya terlibat diskusi dengan seseorang melalui aplikasi WhatsApp. Diskusi ini bermula dari status WA saya. Di status itu saya menulis bahwa : "Segala bentuk pengobatan adalah upaya manusia untuk menunda kematian, tapi manusia tetap tak bisa menolak kematian. Oleh sebab itu, manusia harus merefleksikan kembali (merenungkan) hidupnya yang singkat ini, agar dia bisa hidup dengan cara yang bijaksana dan bertanggung jawab kepada sang pemilik kehidupan." Seseorang kemudian menanggapi postingan saya, orang itu berkata demikian : "Tak perlu pikirkan tentang kematian, berusaha saja untuk berobat dan menghindari sakit. Memikirkan tentang kematian itu membuang-buang energi, lebih baik kita mengisi hidup dengan hal-hal yang berkualitas, kemudian sisanya biarkan TUHAN yang menentukan. Bukankah kita sudah dikasih akal pikiran pengetahuan agama, membiarkan DIA menentukan hidup kita bukankah itu baik. Itulah yang aku bilang waste energi, karena sudah ada yang