Langsung ke konten utama

APAKAH SEORANG PENULIS HARUS MENGABAIKAN SETIAP KRITIKAN?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali 


Pertanyaan yang menjadi judul dari artikel ini lahir sebagai tanggapan saya atas cuplikan pada salah satu buku yang sedang ditulis oleh seseorang yang berinisial B K. Dalam buku terbaru yang sedang beliau tulis yang diberi judul " Does a Pastor really need to write a book?", Beliau mencantumkan beberapa nama penulis yang beliau anggap sebagai inspirator beliau secara pribadi dalam menulis.

Diantara beberapa nama yang beliau sodorkan, ada satu nama yang menyita perhatian saya, yaitu Pdt Erastus Sabdono. Dalam beberapa tahun belakangan ini, nama Erastus Sabdono telah menjadi buah bibir di kalangan intelektual Kristen, hal ini tidak terlepas dari ajarannya yang "nyeleneh" dan menyimpang dari iman Kristen yang konservatif. Saya sendiri bahkan tidak ragu untuk menyatakan bahwa ajaran Erastus Sabdono adalah SESAT! dengan merujuk kepada Alkitab dan standar iman Kristen yang dirumuskan oleh para bapa-bapa gereja.

Sebelum masuk kepada tanggapan atas tulisan ini, saya kira ada baiknya secara singkat kita melihat beberapa ajaran Erastus yang kontroversial dan telah menjadi sumber polemik diantara kalangan intelektual Kristen.

A. CORPUS DELICTI 

Istilah ini identik dan melekat dengan alumni dan mantan rektor dari STT BETHEL ini. Apa itu Corpus Delicti?

Corpus Delicti adalah suatu istilah hukum yang mengacu pada prinsip bahwa untuk menyatakan seseorang bersalah atas sesuatu hal, maka kesalahan orang itu harus dibuktikan terlebih dahulu. Seseorang belum bisa dinyatakan bersalah jika belum dibuktikan kesalahannya . Prinsip ini mirip dengan praduga tak bersalah (presumption of innocence).

Dalam teologi, Erastus menggunakan istilah ini untuk menjelaskan makna penciptaan manusia dan pengutusan Yesus ke dalam dunia, tapi dalam aplikasinya ajaran ini malah menyesatkan. Menurut Erastus, setelah memberontak di surga Allah belum bisa menjatuhkan hukuman terhadap iblis sebab belum ada bukti kesalahan yang dilakukan oleh iblis. 

Oleh sebab itu, Allah kemudian menciptakan manusia yang bernama Adam, Adam inilah yang kemudian menjadi pintu masuk bagi kesalahan iblis, tapi bagaimana membuktikan bahwa iblis bersalah? untuk membuktikan itu harus ada pribadi lain yang hidup dengan ketaatan penuh, maka diutuslah Yesus ke dalam dunia. Pengutusan Yesus ini membuktikan bahwa Yesus adalah pribadi yang taat atau Adam terakhir yang sangat berbeda dengan Adam pertama yang gagal untuk taat, dan kegagalan Adam pertama tadi disebabkan oleh iblis, dengan demikian kedatangan Yesus sebagai Adam terakhir ini membuktikan kesalahan iblis.

Ajaran Erastus ini menjadikan Allah tidak maha tahu. Belum ada pembuktian mengasumsikan bahwa Allah tidak maha tahu. Sebab menurut Erastus oleh karena kekurangan bukti lah maka Allah harus menciptakan manusia Adam, sehingga melalui Adam ini Allah kemudian berhasil mendapatkan bukti atas kesalahan iblis. Sumpah ini allah macam apa? ini bukan Allah maha tahu yang saya sembah, ini bukan Allah Alkitab, ini adalah allah impoten versi Erastus sendiri.

Dan masih banyak lagi beberapa ajaran Erastus Sabdono yang "nyeleneh", "gak karu-karuan" dan menyesatkan. Beberapa ajaran itu seperti ajaran tentang:

"Dwi Tunggal, Roh Kudus tidak setara dengan Bapa, Yesus bisa punya kehendak yang berbeda dengan Bapa, Ada 2 standar keselamatan dan kemuliaan, Di surga masih ada perkawinan dan hubungan seksual, Lucifer bukan malaikat tapi diciptakan sebagai anak Allah, Dll."

Ajaran-ajaran ini asing bagi Alkitab, dan jelas adalah ajaran yang SESAT. Dan atas ajaran inilah sinode Gereja Bethel Indonesia kemudian mengambil sikap, menyatakan bahwa ajaran Erastus ini adalah SESAT, menyimpang dari Alkitab dan telah keluar dari ADRT GBI. GBI kemudian mendepak Erastus keluar dari sinodenya. 

Setelah kita melihat secara sepintas terhadap kesesatan dari ajaran Erastus diatas, ironisnya disini, B K malah menjadikan orang ini sebagai salah satu figur atau tokoh inspirasinya dalam menulis. Dalam salah satu story WhatsAppnya B K menulis:

"Meskipun beberapa hamba Tuhan dan intelektual Kristen mempersoalkan buku teologi yang ditulis oleh Sabdono, hal itu tidak membuat Sabdono kehilangan gairah dan menyerah, justru dia tetap menulis. Sebab, memang tugas penulis adalah menulis, tegas Sastrawan Pramodia Ananta Toer puluhan tahun silam. Nampaknya, bagi Sabdono urusan kualitas tulisan apakah baik atau tidak, adalah urusan belakangan. Itu urusan nanti, itu urusan kritikus, pengamat, atau secara umum itu urusan pembaca. Dari sini kita bisa belajar satu hal bahwa dalam tulis-menulis pasti ada komentar keras dan kritikan yang ditujukan kepada kita, khususnya penulis pemula, bagaimana respon kita? Belajarlah dari Pdt Erastus Sabdono dia tetap menulis dengan baik tak peduli komentar atau kritik orang atas tulisannya."

B. TANGGAPAN SAYA 

Saya kira kritikan yang ditujukan kepada tulisan-tulisan dari Erastus Sabdono, bukan hanya sebatas berkualitas atau tidak tulisannya, tapi sesat atau tidak ajarannya.  Meski menurut saya bahwa tulisan dengan ajaran yang sesat adalah tulisan yang tidak berkualitas, tapi tidak berkualitas disini lebih berbahaya dari sekedar tidak berkualitas karena pemilihan diksi yang tidak sesuai dalam sebuah kalimat, atau penggunaan tanda baca yang salah dalam sebuah paragraf, ketidakberkualitas disini berhubungan dengan ajaran yang sesat.

Berusaha meniru semangat atau spirit literasi dari seseorang tentu tidak salah, tapi ada baiknya kita juga harus melihat pribadi mana yang kita tiru, apa isi dari ajaran orang yang ingin kita tiru, dan apakah tulisan-tulisannya itu benar atau tidak.

Kemudian, sikap mengabaikan kritikan juga harus dilihat dari konteksnya, kita harus betul-betul jeli melihat motivasi dari pengkritik kita. Apakah kritikan bersifat konstruktif, membangun kita, menegur dengan tujuan untuk memperbaiki kekeliruan kita, atau destruktif? maka sangat dibutuhkan kepekaan disini, peka secara intelektual maupun peka secara rohani. Oleh sebab itu, tidak semua kritikan harus kita buang atau abaikan.

Berikutnya, sikap mengabaikan kritikan bisa menjadi suatu fallacy apabila diterapkan dalam segala konteks. Saya kasih sebuah contoh, misalnya saya menulis dalam suatu artikel bahwa : 

"Indonesia ini adalah sebuah negara yang terletak di benua Antartika, postur penduduknya setinggi 3 meter lebih karena merupakan hasil perkawinan silang antara manusia dengan makhluk lain dari planet Andora seperti dalam film Avatar. Makanan pokok orang Indonesia adalah penyu dan kuda laut hidup tanpa di panggang di api alias dimakan saja secara mentah."

Tentu saja tulisan atau informasi yang saya berikan ini jelas salah dan malah menyesatkan pembaca, dan terbuka kemungkinan untuk dikritik oleh orang lain. Tapi jika kita mengikuti penalaran bung B K bahwa seorang penulis harus mengabaikan kritikan dari pembacanya, maka ini sama saja dengan kita sengaja membiarkan informasi yang salah dan menyesatkan ini berkembang secara masif, sebab tidak ada kontra narasi sebagai pembanding. 

Ingat bahwa sebuah informasi yang salah yang terus menerus didengungkan (dibicarakan) akan bisa dianggap benar apabila tidak ada informasi yang benar yang membendungnya.

Saya berharap bahwa bung B K terbuka terhadap kritikan dan tidak menganggap ini sebagai serangan pribadi, tapi dianggap sebagai kritikan dari seorang sahabat yang bertujuan untuk saling membangun dalam satu tubuh Kristus.

Saya juga berharap bahwa pencatutan nama Erastus Sabdono sebagai salah satu penulis yang B K kagumi tidak lahir dari kesetujuan B K atas doktrin-doktrin SESAT beliau. Sebab saya juga tidak terlalu tahu dengan pemahaman doktrinal B K karena di buku-buku yang B K tulis, bung B K tidak pernah masuk ke pembahasan yang bersifat doktrinal, hanya menyasar kepada teologi praktis. Meski menurut saya teologi praktis juga bukanlah sesuatu yang salah, dan setiap penulis memang menulis sesuai dengan minat dengan bidang yang ditekuni masing-masing.

Akhir dari tanggapan saya, kepada B K saya tetap mendukung untuk terus berkarya dalam dunia literasi.

SALAM...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m