Langsung ke konten utama

SAHABAT SEJATI KITA ADALAH PASANGAN KITA

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali

8 tahun sudah berlalu semenjak pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Batam ini. Kota yang dijuluki " Kota Teh Obeng" ini memang menjadi destinasi para pencari kerja di Indonesia. Jika diluar negeri, Malaysia adalah tujuan para Migran dalam mencari kerja. Maka Batam bisa dikatakan sebagai "Malaysia nya Indonesia", Karena selain menyediakan banyak lowongan pekerjaan, UMK di kota ini juga tergolong cukup tinggi, hanya sedikit kalah beberapa "perak" dari UMK Ibu Kota DKI Jakarta. Hal inilah yang mendorong para pencari kerja dari pelosok negeri untuk berbondong-bondong datang mengadu nasib di kota ini 

Kota ini menyimpan banyak kenangan bagi saya. Banyak kisah yang bisa dibagikan dari kota ini, mulai dari memiliki teman baru multi etnik, saudara seiman dari berbagai suku, masa-masa kuliah Theologi, suka-duka dalam mencari pekerjaan, pengalaman di PHK, Dll. 

Karena Batam adalah kota perantauan, maka saya memiliki beberapa teman dari berbagai suku, baik itu dari suku Batak, suku Nias, suku jawa ataupun suku-suku lainnya.

Berbicara tentang teman atau sahabat, pada tulisan ini, saya ingin sedikit membagikan kisah persahabatan saya di Batam. Di kota ini saya memiliki beberapa teman yang cukup akrab. Walaupun seorang Flores, tapi saya disini bisa dikatakan jarang bergaul dengan orang-orang Flores, keseharian saya lebih banyak bergaul dengan teman-teman dari suku Batak atau Nias, yang merupakan rekan sepelayanan di gereja ataupun teman kampus.

Saat masih kuliah hubungan saya dengan teman-teman kampus ini cukup baik, walau kami sebenarnya tak selalu bertemu dikelas, karena sistem perkuliahan kami dibuat dua sesi. Ada sesi kuliah pagi, juga ada sesi kuliah malam. Sistem perkuliahan seperti ini memang sengaja dibuat khusus untuk mahasiswa yang juga berprofesi sebagai karyawan di Perusahaan, jadi kampus menyesuaikan dengan shift kerja mahasiswanya.

Saat mendekati wisuda, saya berkesempatan untuk PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) di salah satu sekolah Swasta Kristen di Kota Batam, saya itu saya bersama dua orang rekan saya diterima PPL di sekolah itu. Seiring berjalannya waktu hubungan saya dengan rekan PPL saya semakin akrab, kami sering curhat dan berbagi kisah tentang kehidupan kami dan pergumulan kami, bahkan sampai ke hal-hal yang cukup privasi untuk diceritakan, bahkan kami membuat satu group WA khusus, yang isinya hanya kami bertiga didalamnya. 

Di tempat PPL kami bertiga mendapat teman baru, dua orang guru yang sama gokilnya, berjiwa muda, dan asyik untuk ngobrol. Bersama dua guru ini kami kemudian membuat satu geng, kelompok geng kami disebut "Geng Masuk Angin". Nama geng ini sengaja dipilih untuk menggambarkan sifat gokil, gila dan keakraban diantara kami.

Setelah selesai PPL dan wisuda, awal-awalnya kami masih bertemu, masih bisa nongkrong bareng, makan di angkringan sambil ngobrol, karaokean, masih berkomunikasi satu dengan yang lain. Tapi lama kelamaan intensitas pertemuan kami mulai berkurang, komunikasi di group juga mulai jarang, sudah mulai ada kerenggangan dan jarak antara satu dengan yang lain. Akhirnya karena keadaan begitu terus, saya memutuskan untuk "left" dari group WA itu.

Kembali ke kami bertiga yang PPL tadi, hubungan kami memang masih akrab setelah selesai wisuda, bahkan setelah kami keluar dari group "Masuk Angin". Walaupun sering sibuk dengan pekerjaan atau aktivitas masing-masing, sesekali kami masih bisa atur waktu untuk sekedar "ngopi" sambil ngobrol tentang kehidupan, atau membahas isu-isu yang sedang hangat. Tapi keakraban ini pun tidak bertahan lama, masing-masing kemudian mulai sibuk dengan urusannya, bahkan salah seorang teman dari kami bertiga saat ini "lost contact" sama sekali, kecuali saya dan teman satunya yang masih bisa bertemu dan sesekali "ngopi" itupun sangat jarang terjadi, karena kesibukan kami berdua.

Berkaca dari pengalaman persahabatan saya, saya kemudian menyadari bahwa memang persahabatan itu tak abadi, ada yang datang dan ada yang pergi. Pada akhirnya, memang kehidupan ini memaksa kita untuk meninggalkan sesuatu yang lama, lalu menuntun kita kepada sesuatu yang baru, kehidupan yang baru, sahabat yang baru, suasana yang baru, bahkan keluarga yang baru.

Bagi saya, seorang sahabat sejati adalah sahabat yang tidak pernah meninggalkan kita, dia menetap, dia ada di sisi kita dalam keadaan apapun, dia memberi dukungan saat kamu lemah, dia memberi semangat saat kamu putus asa, dia memberi telinganya saat kamu curhat, dia memberikan segalanya, dia memberikan hidupnya untuk ada disisimu, dia menemanimu sampai maut memisahkan. Siapakah Dia? Dia adalah pasangan hidupmu. Suami mu atau istri mu.

Satu ayat cantik dari Amsal Salomo spesial untuk sahabat sejati dan teman hidupku Vin Riwu :

" Ada banyak wanita yang baik di dunia ini, tetapi engkaulah yang terbaik dari semuanya! " ~ Amsal 31:29 (FAYH)


I Love You.....
~DION


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m