Oleh : Dionisius Daniel
Pernyataan Kainama ini kemudian terus dikejar oleh Esra Soru, Esra Soru lalu bertanya apa bukti yang dimaksud oleh Kainama atau setidaknya apa definisi bukti menurut Kainama. Kainama enggan menjawab, tapi malah berkelit bahwa Esra Soru mengalihkan pembicaraan. "Kita hari ini debat tentang tema ini pak, bukan tentang bukti" ngeles Kainama.
Nah dalam logika, pernyataan Kainama di atas ini adalah suatu bentuk kekeliruan berpikir atau logical fallacy. Tepatnya disebut argumentum from Ignorance atau dalam istilah latin disebut argumentum ad ignorantiam.
Fallacy ini terjadi ketika seseorang berargumen atau menganggap bahwa suatu klaim itu benar atau salah hanya karena tidak ada bukti yang mendukung atau membantah klaim tersebut.
Contohnya klaim bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa alien pernah mengunjungi Bumi, dianggap sebagai bukti bahwa alien pasti tidak ada. Nah Ini adalah contoh dari argument from ignorance, karena secara logis ketiadaan bukti tidak secara otomatis berarti bahwa sesuatu itu tidak ada.
Saya juga pernah membaca sebuah komentar di Facebook yang mencoba untuk membela pernyataan absurd Kainama di atas. Orang itu menggunakan analogi antara polisi dengan pencuri. Berikut cuplikan analoginya :
"Si Joko ditangkap polisi dengan tuduhan mencuri. Si Joko menolak tuduhan polisi itu. Lalu ditanya, apa bukti bahwa si Joko tidak mencuri?, Jawabannya bukti bahwa si Joko tidak mencuri adalah karena tidak ada bukti bahwa si Joko mencuri. Lalu si Joko ini dilepaskan oleh polisi karena TIDAK ADA BUKTI. Jadi tidak ada bukti juga bisa menjadi bukti bahwa sesuatu tidak ada atau tidak terjadi."
Apakah analogi si Joko dan polisi ini bisa membantu posisi Kainama? Jawabannya adalah tidak!. Analogi ini sebenarnya berhubungan dengan konsep praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang digunakan dalam sistem hukum di Indonesia.
Dalam sistem hukum seorang terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bahwa dia bersalah. Ini berarti bahwa jika tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan orang itu bersalah maka orang tersebut harus dibebaskan. Jadi prinsip hukumnya adalah seorang terdakwa tidak dapat dihukum tanpa bukti yang cukup untuk mendukung tuduhan tersebut.
Kembali kepada analogi Joko di atas, maka jika tidak ada bukti yang membuktikan bahwa si Joko mencuri, maka si Joko harus dibebaskan, karena hukum mengharuskan adanya bukti konkret sebelum seseorang dapat dinyatakan bersalah.
Dalam konteks hukum, beban pembuktian itu ada pada pihak yang menuduh, bukan pada terdakwa. Dalam hal ini jika polisi menuduh bahwa Joko mencuri, maka polisi harus membuktikan bahwa Joko memang mencuri, bukan malah meminta Joko untuk membuktikan bahwa dia bukan pencuri.
Prinsip ini tidak sama dengan fallacy argumentum of ad ignorance yang digunakan oleh Kainama. Kainama mengklaim bahwa bukti Yesus tidak mati karena tak ada bukti bahwa Yesus pernah mati. Kainama menggunakan argumen absurd ini karena memang tak ada bukti yang mendukung posisinya. Dengan kata lain tak ada satupun bukti atau fakta sejarah yang menunjukkan bahwa Yesus tidak mati.
Nah sekarang setelah Kainama gagal menunjukkan bukti bahwa Yesus tidak pernah mati, maka giliran Kristen yang membuktikan bahwa Yesus pernah mati.
Adakah bukti dalam sejarah bahwa Yesus memang pernah mati? Jawabannya terlalu banyak bukti yang mendukung fakta bahwa Yesus pernah mati. Selain catatan Alkitab, bukti-bukti yang bersifat ekstrabiblical juga mencatat fakta Kematian Yesus.
Dalam konteks ini saya menganggap bahwa catatan Alkitab bukan hanya sekedar firman Tuhan yang diimani oleh umat Kristen tapi juga sebagai catatan sejarah.
Selanjutnya mari kita lihat catatan sejarah di luar Alkitab yang mencatat fakta Kematian Yesus.
Flavius Yosefus (37–100 M) : Seorang sejarawan Yahudi, dalam karyanya Antiquitates Judaicae (Sejarah Kuno Bangsa Yahudi), mengacu pada Yesus. Meskipun beberapa bagian mungkin telah ditambahkan atau diubah oleh penyalin Kristen, bagian asli menyebutkan bahwa Yesus adalah seorang yang bijaksana dan bahwa dia disalibkan oleh Pontius Pilatus.
Tacitus (56–120 M) : Seorang sejarawan Romawi dalam karyanya Annales (Sejarah Romawi), yang ditulis sekitar tahun 116 M, menyebutkan bahwa Nero menuduh orang Kristen menyebabkan kebakaran besar di Roma pada tahun 64 M. Tacitus juga mencatat bahwa Kristus (Yesus) dieksekusi di bawah pemerintahan Pontius Pilatus pada pemerintahan Kaisar Tiberius.
Suetonius (69–122 M) : Dalam De Vita Caesarum (Kehidupan Para Kaisar), Suetonius menyebutkan bahwa orang-orang Kristen, yang diambil dari nama Kristus, dianiaya di bawah pemerintahan Kaisar Nero. Meskipun Suetonius tidak menyebutkan secara spesifik tentang kematian Yesus, catatannya menunjukkan bahwa ada kehadiran awal orang Kristen di Roma.
Marabar Serapion : Sebuah surat yang ditulis oleh seorang filsuf Stoik Syria, yang mungkin ditulis pada akhir abad pertama atau awal abad kedua, menyebutkan bahwa "raja orang-orang Kristen" (yang umumnya dianggap merujuk pada Yesus) telah mati dan menanyakan bagaimana kebijakan penganiayaan terhadap orang-orang bijak seperti Yesus dapat membuahkan hasil.
Catatan-catatan ini mendukung pandangan bahwa Yesus adalah seorang tokoh sejarah yang benar-benar ada dan mati disalibkan. Lalu bagaimana dengan Kainama, mana buktinya catatan sejarah paling awal bahwa Yesus tidak pernah dihukum mati? Tidak ada!. Kainama hanya bisa membual dan menjual kebohongan demi mengisi isi perutnya.
SOLIDEO GLORYA
Komentar
Posting Komentar