Langsung ke konten utama

⛪✝️

"Dia tidak dibunuh, tapi Dia menyerahkan nyawa-Nya"

Saya pernah mendengar kalimat diatas ini, dan menurut saya kalimat ini memiliki makna yang ambigu, dan berpeluang untuk disalah-pahami. Karena menurut saya frasa "Yesus tidak dibunuh, tapi Ia menyerahkan nyawa-Nya" bisa disalah-pahami bahwa kematian Yesus itu hanya sandiwara, ia tidak benar-benar mati atau hanya berpura-pura mati.

Walaupun mungkin saja bahwa pemilik gagasan ini memiliki motivasi yang mulia, yaitu ia sedang menekankan pada sisi keilahian Yesus, bahwa sebagai Allah yang sejati Yesus memang tidak bisa dibunuh. Siapa yang bisa membunuh Allah? Bahkan Yesus sendiri pernah berkata bahwa Ia sendiri lah yang menyerahkan nyawa-Nya.

Yohanes 10:17-18 (TB) Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.

(18) Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Tapi harus diingat bahwa selain Allah sejati, Yesus juga adalah manusia sejati. Allah dan manusia adalah dua natur yang bersatu dalam satu pribadi Yesus, tapi kedua natur ini tidak tercampur maupun terbagi, kedua natur ini tetap mempertahankan identitasnya masing-masing seperti yang dirumuskan dalam Konsili Gereja di Kalsedon pada tahun 451.

Nah sebagai manusia sejati Yesus bisa mati dan harus mati sebagai korban penghapus dosa, sebab kalau Yesus tidak mati dosa manusia tidak akan ditebus, dan kalau dosa tidak ditebus, maka anda dan saya sebagai orang percaya tidak bisa selamat.

Namun permasalahan teologis disini bukan terletak pada apakah Yesus bisa mati atau tidak melainkan pada bagaimana Yesus mati? atau apa yang membuat Yesus mati? apakah Ia mati karena dibunuh atau Ia menyerahkan nyawa-Nya?. Untuk lebih memahami ini, saya kira kita perlu definisi yang jelas dari apa yang dimaksud dengan "dibunuh"? dan apa yang dimaksud dengan "menyerahkan nyawa"?

Jika dibunuh dipahami sebagai tindakan penghilangan nyawa yang dilakukan oleh seseorang kepada yang lain secara paksa, maka disini Yesus tidak dibunuh karena memang Dia rela mati bukan dipaksakan untuk mati. Tapi jika dibunuh dipahami sebagai segala tindakan yang berakibat kepada kematian seseorang yang dilakukan oleh orang lain, maka dalam pengertian ini Yesus memang dibunuh, sebab yang mengakibatkan kematian Yesus adalah tindakan-tindakan dari para serdadu Romawi itu.

Tapi nampaknya definisi kedua yang digunakan oleh Petrus bahkan oleh Yesus sendiri. Sebab Petrus berkata bahwa Ia dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, bahkan Yesus sendiri pernah berkata bahwa Ia memang harus mati dan dibunuh, tapi pada hari ketiga Ia akan bangkit lagi. (1 Petrus 3:18 ; Markus 8:31).

Tapi saya melihat bahwa nampaknya keberatan bahwa Yesus tidak dibunuh disini berhubungan dengan penekanan terhadap sisi keilahian Yesus. Nah yang harus kita ingat adalah saat kita menekankan keilahian Yesus, disaat yang sama, kita juga tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaan Yesus, sebab kalau sisi kemanusiaan Yesus diabaikan maka Yesus tidak bisa menjadi korban penebus dosa yang sejati. Penebus sejati harus manusia sejati dan Allah sejati, Ia harus manusia sebab Ia akan mewakili manusia yang berdosa, dan Ia harus Allah sebab Ia sedang mewakili Allah yang kepada-Nya umat manusia telah berdosa.

Sebagai manusia sejati, Yesus harus mati dan Ia mati dibunuh, Ia dibunuh sebagai manusia, Ia dibunuh sebagai korban yang tak bercacat, Ia dibunuh untuk penebusan dosa, dan Ia dibunuh untuk pemulihan hubungan antara manusia dengan Allah. Jadi yang mati dan yang dibunuh adalah kemanusiaan-Nya, ke-Allahan-Nya tidak bisa mati dan tidak bisa dibunuh. 

1 Petrus 3:18 (TB) Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, 

Lalu apa yang dimaksud oleh Yesus ketika Ia berkata bahwa Ia menyerahkan nyawa-Nya? Menurut saya kata-kata Yesus itu harus dimaknai dalam dua pengertian:

1). Bahwa Ia sedang berbicara sebagai Allah (ingat bahwa sebagai Allah Ia tidak bisa mati dan tidak bisa dibunuh).

2). Bahwa definisi "menyerahkan nyawa" yang dimaksudkan disini adalah tindakan sukarela yang menerima kematian atau tanpa perlawanan menerima segala tindakan yang berujung kepada kematian-Nya. 

Nah kedua pengertian diatas juga tidak berkontradiksi atau saling meniadakan. Yesus memang tidak bisa dibunuh sebagai Allah, Yesus juga mau menyerahkan nyawa-Nya untuk dibunuh sebagai manusia.

Maka untuk menghindari pemaknaan yang ambigu dan kesalah-pahaman, saya mengusulkan sebaiknya kita merumuskan kalimat  seperti ini:

"Sebagai Allah Ia bisa saja menggunakan otoritas keilahian-Nya agar tidak bisa dibunuh, tapi sebagai manusia Ia lebih memilih menyerahkan nyawa-Nya untuk dibunuh menjadi korban bagi penebusan dosa manusia, bagi penebusan dosa saudara dan saya.

SALAM...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m