Awalnya beta sempat menulis ini dengan judul "membutuhkan ruang", tapi beta takut kalau ada orang yang bertanya "Ruang untuk apa? Ruangan makan atau ruangan tamu?" Hehehe yang nggak lah, ruangan yang beta maksud disini adalah kesempatan dan kebebasan yang sama dalam menyampaikan pendapat atau gagasan. Bagi beta, semua orang harus punya kesempatan yang sama untuk mendengar dan didengar. Jadi beta kemudian merevisi judulnya menjadi "Karena kita sama, kita sama-sama manusia, dan kita sama-sama ingin didengar".
Memang faktanya kita melihat bahwa banyak orang terbungkam, entah memang dibungkam atau sengaja membungkam. Bisa jadi mereka bungkam karena latar belakang sosial budaya, atau kebiasaan ditengah masyarakat yang menolak mendengarkan kaum-kaum kecil atau orang-orang pinggiran ini.
Belum lagi ada orang dengan kepribadian introvert seperti beta, yang walaupun mulutnya diam seribu bahasa, tapi sesungguhnya pikirannya sedang berdialog, ia sedang berdiskusi dalam imajinasinya. Tapi orang itu tetap diam dan hanya bisa diam. Lalu apa gunanya dialog imajiner yang panjang dan melelahkan itu kalau pada akhirnya orang lain tidak tahu gagasan kita?
Mungkin dia diam karena dia merasa kalau dia bicara pun siapa yang mau mendengarkan dia? Dia benar-benar tidak masuk hitungan sebagai orang yang harus didengar. Dia bukan pejabat, yang sering mendapat kesempatan untuk dimintai sepatah dua kata tiap ada hajatan, dia juga bukan orang berduit yang naik lamborghini sehingga selalu disodorkan kursi di barisan paling depan tiap ada acara penting.
Memang harus diakui tidak semua orang mempunyai kesempatan dan akses yang sama untuk berbicara dan didengar. Kita ini dikungkung oleh sosial budaya yang begitu rupa yang membungkam dan menolak mendengarkan suara orang pinggiran, ditambah lagi dengan tingkat kecerdasan logika masyarakat kita yang masih dibawah rata-rata. Mereka hanya mau mendengar orang yang mereka pikir bisa didengar, meskipun argumen yang disampaikan oleh orang-orang itu biasa-biasa saja atau malah cacat logis, tapi bagi masyarakat kita, orang yang berotoritas adalah orang yang maha benar. Ini yang dalam logika disebut Argumentum Ad Verencundiam.
Nah menyiasati itu, beta dan mungkin beberapa teman yang lain yang seperti beta, kami kemudian memilih untuk curhat kepada kertas dan pena. Ya memang terkadang kertas dan penalah menjadi teman yang lebih pengertian ketimbang istri. Bagaimanapun istri kita ini kan manusia biasa juga, yang tidak bisa sepenuhnya memahami isi hati kita, tapi kertas dan pena pasti memahami kita, karena merekalah yang melukiskan gambaran dari isi hati kita. Kertas dan pena disini bukanlah kertas dan pena konvensional ya, melainkan aplikasi blogger dari google, sebuah platform bagi beta untuk menulis dan menyampaikan gagasan beta.
Perkembangan sosial media kemudian semakin maju, aplikasi Tiktok yang dulunya hanya sebagai aplikasi alay joget-joget pamer pusar, sekarang malah menjadi saingan YouTube. Ya walaupun masih belum mengalahkan YouTube sih, tapi durasi video aplikasi ini sudah bisa mencapai 10 menit, suatu durasi yang menurut beta cukup untuk sekedar menyampaikan uneg-uneg atau keresahan pribadi disana.
Media sosial bagi beta adalah tempat yang netral, suatu tempat dimana semua kalangan bisa ada disana, kita bisa sama-sama menyampaikan aspirasi, kita bisa sama-sama mengkritik, kita bisa sama-sama mengungkapkan keresahan kita dan menyampaikan uneg-uneg tanpa ada yang melarang. Tak perlu takut untuk tidak didengarkan, soalnya tak ada kelas sosial disana, kita semua sama, kita sama-sama netizen, kita bisa membacot sebebas-bebasnya disana
Beta memilih Blogspot dan Tiktok sebagai ruangan bagi beta untuk "membacot". Mulai dari hal-hal yang serius seperti menulis artikel teologi, tanggapan apologetik, hingga opini pribadi seperti ini.
Nah jika anda yang membaca tulisan ini merasa bahwa anda adalah seorang introvert, seorang yang sebenarnya ingin berbicara dan didengar, tapi anda tidak tahu harus bicara dimana, karena anda bukan orang yang dikenal oleh banyak orang. Dan kelihatannya bahwa semua pintu tertutup bagi anda. Maka media sosial lah jawabannya, media sosial lah pintu itu.
Masuk kamar, atau cari ruangan yang tenang, buka laptop atau gadget, buka Blogger, Tiktok atau media sosial lainnya, lalu mulai lah berbicara, kalau perlu berteriaklah dengan lantang, sampaikan gagasan dan uneg-unegmu, karena kita semua sama, kita sama-sama manusia dan kita sama-sama ingin didengar.
Komentar
Posting Komentar