Langsung ke konten utama

TEOLOGIA ATAU ALKITABIAH?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali 

Meskipun secara teologis saya ini seorang Reformed yang menganut pandangan dari Calvinisme, tapi saya tidak terlalu suka menyebut  atau melabeli diri sebagai seorang Calvinist atau seorang Reformed. Mengapa? Apakah saya malu disebut sebagai seorang Calvinist? Tidak! Tidak sama sekali, melainkan hanya untuk menghindari kesalah-pahaman saja. Calvinist terkesan terlalu menonjolkan sisi manusia, menonjolkan nama seorang Teolog, dengan demikian dianggap lebih menonjolkan Teologia dari pada Alkitab sebagai Firman Tuhan.

Saya melihat masih banyak orang yang berpikiran "picik" yang memisahkan antara Teologia dan Alkitabiah, seolah-olah Teologi adalah ilmu yang terlalu tinggi, ilmu yang rumit, ilmu yang diasosiasikan sebagai lawan dari Alkitab, maksud dari kata lawan disini adalah, jika Teologi itu rumit maka Alkitab itu sederhana, jika Teologi itu biasa berhubungan dengan tafsir-menafsir dan teori-teori, maka Alkitab berhubungan dengan kehidupan manusia yang lebih praktis, jika Teologi itu berisi tafsiran dari manusia, maka Alkitab adalah suara Tuhan sendiri.

Pemikiran-pemikiran seperti ini masih menghiasi dinding-dinding sosial media kita, atau berseliweran menyelinap dalam diskusi-diskusi ringan kita, dan tentu saja pemikiran seperti ini salah. Sebagaimana sebuah bangunan memerlukan fondasi, tempat dimana pilar-pilar besar penyokong bangunan itu ditancapkan agar bisa menopang keseluruhan dari bangunan itu, maka Alkitab adalah fondasi bagi Teologi. 

2 Timotius 3:16 (TB) Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.

Alkitab menopang keseluruhan kerangka Teologi yang dibangun diatasnya. Tanpa Alkitab maka tidak pernah ada Teologi, demikian juga tanpa Teologi, Alkitab tidak bisa dipahami sebagaimana Alkitab harus dipahami.

Jadi Alkitab dan Teologi  sebenarnya memang saling membutuhkan, satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Lalu mengapa Alkitab membutuhkan Teologi? Karena ada gap yang besar antara kita (pembaca Alkitab) dengan Alkitab itu sendiri, dan ruang kosong itu hanya bisa dijembatani oleh Teologi.

Saya beri satu contoh sederhana, kita mengenal empat penulis kitab Injil yaitu: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Pertanyaan saya: Siapakah yang memberitahu kita bahwa dr Lukas rekan sejawat Paulus adalah penulis Injil Lukas? Siapa yang memberitahu kita bahwa Matius murid Yesus eks pemungut cukai adalah penulis dari Injil Matius? siapa yang memberitahu kita bahwa Markus kemenakan Barnabas rekan sejawat Paulus adalah penulis Injil Markus? Dan siapa yang memberitahu kita bahwa Rasul Yohanes adalah penulis kitab Yohanes?.

Kita tahu nama-nama penulis kitab Injil ini karena kita belajar Teologi, karena kita belajar pengantar PL dan PB, kita belajar Kritik Teks, kita belajar Hermeneutika, kita belajar Bibliologi, dll. Ketika kita belajar semua hal yang berhubungan dengan Alkitab, maka itu artinya kita sedang berteologi. Tanpa belajar itu semua mustahil bagi kita untuk memahami isi Alkitab.

Jadi, sekali lagi adalah suatu sikap yang "picik" jika ada orang yang masih berusaha memisahkan Teologi dan Alkitab, lalu menganggap bahwa salah satu diantaranya lebih superior dan merendahkan yang lainnya.

SALAM...

PENULIS 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m