Langsung ke konten utama

IMAN VS PERBUATAN BAIK

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali


PENGANTAR

Soteorologi (doktrin keselamatan) adalah salah satu doktrin yang fundamental (dasar) dalam iman Kristen. Bersanding dengan Kristologi maupun Tritunggal, Soteorologi telah menjadi salah satu doktrin yang penting dalam Dogmatika.

kalau berbicara tentang Soteorologi, biasanya kita akan disuguhkan dengan tulisan-tulisan dari rasul Paulus. Paulus, Rasul sejuta umat ini, memang melahirkan banyak tulisan-tulisan penting. Bahkan sebagian besar tulisannya dihasilkan dalam masa penahanannya. Kendati saat itu raganya sedang ditahan dalam sel besi dan jadi pesakitan, namun situasi tersebut tak kuasa untuk meredam dan memadamkan bara api penginjilan di dada Paulus.

Kurang lebih ada sekitar 14 surat dalam PB yang ditulis oleh Paulus (Kecuali surat Ibrani yang masih diragukan kepenulisannya). Nah salah satu tema utama dari surat-surat tulisan Paulus adalah "Keselamatan adalah anugerah Allah yang diterima oleh orang percaya (Kristen) secara cuma-cuma melalui iman.

Tulisan Paulus ini bisa dilihat di beberapa bagian surat-suratnya. Misalnya di beberapa bagian surat Roma dibawah ini :

Roma 3:28 (TB)  Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.

Roma 4:1-3 (TB)  Jadi apakah akan kita katakan tentang Abraham, bapa leluhur jasmani kita? 
Sebab jikalau Abraham dibenarkan karena perbuatannya, maka ia beroleh dasar untuk bermegah, tetapi tidak di hadapan Allah.
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? "Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

Galatia 3:6 (TB)  Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

Jadi, berdasarkan beberapa ayat ini, Paulus kelihatannya sangat menekankan iman dan anugerah Allah, lalu mengabaikan perbuatan baik manusia.

Sementara itu di bagian Alkitab yang lain Yakobus saudara tiri Yesus menulis, bahwa seharusnya perbuatan-perbuatan baik orang percaya merefleksikan keimanannya. Bagi Yakobus adalah sia-sia ketika seseorang mengakui beriman tapi tidak menampakkan manifestasi keimanannya. Bagi Yakobus orang beriman mutlak berperilaku yang baik sebagai bukti dari keimanannya.

Yakobus 2:21 (TB)  Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?.

Yakobus 2:24 (TB)  Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.

Nah, dari beberapa referensi ayat diatas, kita melihat seperti ada kontradiksi antara tulisan Paulus dan Yakobus ini. Benarkah bahwa ada kontradiksi dalam Alkitab? Bukankah Alkitab itu adalah firman Allah? firman Allah seharusnya tak boleh salah, dan tak boleh tabrakan satu dengan yang lain. Maka untuk memahami hal ini kita harus memperhatikan beberapa hal :

1. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN PENULISAN 

Latar belakang dan tujuan penulisan dari surat-surat ini bisa menjadi kunci untuk mengharmoniskan kerancuan ini. Paulus menulis surat ini sekitar tahun 57 masehi dan dalam rangka mempersiapkan pelayanan apostoliknya kepada bangsa-bangsa non Yahudi.

Saat menulis surat ini Paulus sedang berada di kota Korintus, di rumah gayus (Roma 16:23). kemungkinan besar Paulus juga meminta bantuan pembantunya Tertius untuk menulis surat ini. Jadi bisa dibilang bahwa Paulus hanya memberikan ide dan Tertius lah yang menjadi notulisnya. (Roma 16:22).

Paulus menulis surat ini untuk orang-orang Yahudi yang sangat menekankan pelaksanaan hukum taurat (sunat). Mereka menganggap bahwa hanya orang yang melakukan hukum taurat lah yang dibenarkan dihadapan Allah. 

Pemahaman seperti ini mendiskreditkan orang-orang percaya non Yahudi. Oleh sebab itu Paulus merasa harus menulis surat ini untuk memberikan pemahaman yang benar bahwa status manusia sama dihadapan Allah, sama-sama telah rusak oleh dosa (Roma 3:12) dan manusia dibenarkan bukan karena melakukan hukum taurat (sunat, perbuatan baik dll) tapi semata-mata karena iman dan kasih karunia dari Allah.

Demikian juga dalam surat Galatia. Paulus menulis surat ini saat berada di kota Korintus, ia tinggal di kota ini selama kurang lebih satu setengah tahun (Kis 18:1-11). Persoalan utama dalam surat ini juga sama yaitu perselisihan mengenai hukum taurat dalam PL tentang sunat yang dianggap oleh orang Yahudi sebagai syarat mutlak keselamatkan. (Kis 15:1-8).

Lalu bagaimana dengan surat Yakobus?. Surat ini ditulis sekitar tahun 45-49 masehi. Sasaran pembacanya ditujukan kepada orang-orang percaya secara umum bukan hanya untuk kalangan Yahudi.

Tujuan dari penulisan surat ini adalah untuk memperbaiki beberapa pengertian yang salah saat itu tentang "konsep iman yang menyelamatkan". Di surat ini Yakobus menekankan hasil-hasil praktis dari iman. Bagi Yakobus iman orang percaya didalam Kristus harus termanifestasi dalam perbuatannya. 

Mengapa Yakobus menekankan hal ini? Sebab pada saat itu ada suatu kebiasaan yang jelek, yang menghormati seseorang berdasarkan pakaiannya atau status sosial seseorang. 

Mathew Henry memberikan catatannya untuk ini : 

"Di sini Rasul Yakobus sedang mengecam suatu kebiasaan yang sangat bejat. Ia menunjukkan betapa jahatnya dosa prosōpolēpsia – memandang muka, yang agaknya justru menjadi suatu kejahatan yang sedang bertumbuh dalam gereja-gereja Kristus bahkan pada zaman-zaman gereja yang mula-mula, dan yang pada masa-masa sesudahnya, dan yang telah merusak dan memecah belah bangsa-bangsa dan masyarakat Kristen dengan menyedihkan."

Jadi, jelas bahwa latar belakang dan tujuan penulisan dari kedua surat ini berbeda. Surat Paulus dalam Roma dan Galatia ditujukan untuk orang-orang Yahudi yang menekankan perbuatan baik melalui taurat untuk keselamatan, sedangkan tulisan Yakobus ditujukan kepada orang-orang percaya yang masih memegang kebiasaan yang buruk pada gereja mula-mula.

2. PERBEDAAN DEFINISI "IMAN" DAN "PERBUATAN BAIK" DALAM SURAT PAULUS DAN YAKOBUS 

Menarik untuk memahami dua definisi dari kata-kata kunci ini, "iman" dan "perbuatan". Bagi Paulus ketika ia menulis tentang "iman", kata ini merujuk pada iman yang menyelamatkan (Saving Faith). Sedangkan bagi Yakobus, ketika ia menulis tentang "iman", ia sedang merujuk kepada pengakuan orang-orang percaya saat itu bahwa mereka adalah orang beriman (Proclaim Faith).

Bagi Paulus ketika ia berbicara tentang "Perbuatan Baik", ia sedang merujuk pada usaha-usaha yang dilakukan orang Yahudi dalam mentaati hukum taurat agar mendapatkan keselamatan. Sedangkan bagi Yakobus, ketika ia berbicara tentang "Perbuatan Baik" ia sedang merujuk kepada perbuatan baik yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang percaya sebagai buah dari iman mereka.

Jadi memang tidak ada kontradiksi antara surat Paulus dan Yakobus ini. Sebagai orang percaya, kita diselamatkan oleh Iman, bukan oleh perbuatan baik kita. Tapi keselamatan kita harus menghasilkan perbuatan baik sebagai bentuk ucapan syukur kita kepada Allah. 

Jika kita mengaku sebagai orang beriman tapi tidak nampak dalam perbuatan baik kita, maka keimanan kita dipertanyakan. Karena ketika kita beriman dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat, Roh Kudus datang dan berdiam didalam diri kita. 

Ketika Roh kudus diam dalam diri orang Percaya, maka Ia akan menguduskan (Sanctification) orang percaya tersebut. Orang percaya yang mengalami pengudusan akan mengalami transformasi hidup secara perlahan-lahan dan menghasilkan buah-buah Roh (Galatia 5:22-23).

Pdt Esra Alfred Soru biasanya memberikan ilustrasi menarik. Ilustrasinya sebagai berikut :

Orang sakit - minum obat - sembuh -olahraga. 

Apa yang menyebabkan orang sakit sembuh?, Jawabannya minum obat. Bagaimana cara orang yang sakit tadi membuktikan kesembuhannya?, Ya dengan berolahraga!. Sehingga jika ada orang yang sakit yang "ngaku" sudah sembuh, tetapi ketika berolahraga ia seperti "ayam mati" maka pengakuan dia adalah omong kosong.

Setelah membaca artikel ini, maka jika ada pertanyaan : "Apakah iman dalam tulisan Paulus dan perbuatan baik dalam tulisan Yakobus berkontradiksi?" Jawabannya adalah tidak!.

Amin.

Penulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m