Langsung ke konten utama

EPISTEMOLOGI CLARKIAN

Dalam perspektif Clark, semua yang diperoleh dari non wahyu tidak ada jaminan benar. Semua adalah opini. Jadi opini mana yang berhasil, itu yang dipakai. Kalau ada dua teori yang bertentangan, tapi berhasil untuk aspek dan kegunaan yang berbeda, maka pakai keduanya. Hal seperti itu banyak terjadi dalam sains. Dua teori bertentangan tetap digunakan walau saling bertentangan.

Clark biasanya berargumen untuk menunjukkan bahwa sistem berpikir lawan penuh kontradiksi di level yang paling mendasar, dan bahkan mereka tidak paham asumsi mereka. Itu paling tidak mengguncang sistem berpikir meraka. Kemudian Clark menunjukkan bahwa Kitab Suci punya sesuatu yang tidak bisa ditawarkan sistem berpikirnya. 

Tapi Clark percaya bahwa argumen apapun, tidak akan mempertobatkan orang. Yang mempertobatkan orang adalah Roh Kudus. Tapi Clark biasanya ngotot menunjukkan bahwa orang tidak percaya punya asumsi mendasar, dan asumsi mendasar itu saling tidak konsisten satu dengan yang lain, sehingga mereka terpaksa harus berpikir opsi lain termasuk Kitab Suci.

Dalam sistem Clark, sains tidak bisa mengklaim kebenaran, karena semua yang kita katakan tergantung dari seberapa banyak yang kita tahu, serta juga kategori-kategori yang kita cipatakan/gunakan dan tidak ada jaminan bahwa kategori-kategori berpikir yang kita gunakan adalah kebenaran.

Dengan kata lain sebenarnya sistem Clark memungkinkan kita sangat kreatif dalam mengutak-atik data dan kategori. Karena itu, peluang adanya teori ilmiah baru sangat besar dalam sistem ini, karena disadari bahwa sebaik apapun teori kita, sebermanfaat apapun teori kita, minimal kita tidak tahu apakah itu kebenaran atau tidak. Memang bisa relatif lebih bermanfaat dari teori-teori lain, tetapi soal kebenaran adalah soal lain.

Maka kesimpulannya adalah, tidak ada kebenaran mutlak dalam dunia sains, hanya ada kebermanfaatan, karena sains selalu bersifat relatif dan dinamis.

Sir Ma Kuru 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m