Langsung ke konten utama

BENARKAH KETIADAAN TIDAK MEMERLUKAN PEMBUKTIAN?

Oleh : Muhamad Nuruddin


Salah satu bualan kosong orang Ateis, ketika berbicara tentang Tuhan, adalah memandang Tuhan sebagai ketiadaan. Ketiadaan, kata mereka, tidak perlu dengan bukti. Karena itu, tidak ada gunanya kita membuktikan keberadaan Tuhan. Kenapa? Karena ketiadaan, kata mereka, memang tidak butuh dengan pembuktikan. Kita jawab: iya, ketiadaan memang tidak butuh dengan pembuktian. Tapi, ketiadaan dan sesuatu yang dikatakan tiada adalah dua hal yang berbeda. Ketiadaan tidak perlu bukti. Tapi sesuatu yang dikatakan tiada, padahal dia mungkin ada, masih memerlukan pembuktian.

Apa contohnya? Mari kita gunakan akal sehat kita untuk menjawab pertanyaan ini dengan ilustrasi yang sangat sederhana. Anda, misalnya, berkata, “di planet Mars ada seorang manusia”. Kemudian, teman Anda berkata, “di planet Mars tidak ada manusia”. Satu dari dua pernyataan ini harus ada yang benar. Karena itu adalah dua pernyataan yang kontradiktif. Jika yang satu benar, maka yang lain salah. Jika yang satu salah, maka yang lain benar. Tapi, pertanyaannya, dengan apa kita mengukur kebenaran dan kesalahan dua proposisi itu? Tentu saja, sebagai orang yang berakal sehat, kita harus menyuguhkan bukti. Di samping kita juga berpijak pada sebuah teori.

Salah satu cara yang bisa kita gunakan untuk mengukur benar-salahnya kedua proposisi itu, antara lain, seperti yang banyak dikaji dalam filsafat ilmu, ialah menggunakan teori korespondensi (muthabaqah). Teori yang menyatakan benar-salahnya suatu proposisi itu tergantung sesuai-tidaknya dia dengan kenyataan yang ada. Kalau ternyata, menurut penelitian yang sahih, di planet Mars ada seorang manusia, berarti pernyataan itu benar, dan pernyataan sebaliknya salah. Tapi, kalau ternyata di planet Mars tidak ada manusia, berarti pernyataan pertama itu salah. Dan pernyataan kedua ini adalah pernyataan yang benar.

Memang, saya tahu, permisalan ini tidak sepenuhnya tepat. Karena betapapun, manusia adalah entitas fisik, sedangkan Tuhan merupakan entitas metafisik. Tapi, poin pentingnya adalah, ketika Anda mengatakan sesuatu yang mungkin ada, mungkin tidak ada, kemudian Anda katakan tidak ada, sebagai orang yang berakal sehat Anda bertanggungjawab untuk membuktikan ketiadaannya. Untuk menafikan keberadaan manusia di planet Mars, Anda tidak cukup hanya berdalih dengan ketiadaan saja. Karena, sekali lagi, ketiadaan dan sesuatu yang dikatakan tiada, padahal dia mungkin ada, adalah dua hal yang berbeda.

Sekarang Tuhan ada atau tidak? Ada. Dan melalui penalaran rasional kita bisa membuktikan keberadaan-Nya. Dengan argumen seperti apa? Dengan argumen demonstratif, atau burhan dalam istilah para filsuf Muslim. Dan itu diakui sebagai salah satu metodologi berpikir yang sahih dalam filsafat ilmu. Dalam metodologi ini kita, misalnya, bisa menggunakan teori konsistensi logis (logical consistency/al-Ittisaq al-Manthiqi), untuk menentukan benar-tidaknya proposisi yang menyatakan “Tuhan ada” itu.

Tuhan adalah entitas metafisik. Karena itu, untuk membuktikan keberadaan-Nya, kita tidak mungkin menggunakan teori korespondensi ataupun verifikasi; mengukur ada dan ketiadaannya melalui keberadaan dan ketiadaannya di alam semesta. Nalar sehat kita tidak memandang mustahil adanya suatu wujud, yang menjadi sebab utama dari segala wujud, dan wujud-Nya berbeda dengan wujud-wujud yang lain. Kalau yang bersangkutan mengatakan Tuhan tidak ada, dan kita sudah bisa membuktikan keberadaan-Nya, maka kita berhak untuk meminta bukti kepadanya, melalui argumen demonstratif itu.

Argumen demonstratif seperti apa yang bisa mereka bangun untuk menafikan keberaaan Tuhan itu? Tidak akan ada. Sejauh ini belum ada, dan tidak akan pernah ada, argumen demonstratif apapun yang mampu membuktikan ketiadaan Tuhan. Yang ada cuma omong kosong aja. Di mana argumen demonstratif itu dipelajari? Dalam ilmu logika. Dan itu ada kaidahnya. Jadi, orang yang memandang Tuhan bisa dibuktikan melalui sains, tanpa meminjam otoritas filsafat, pada dasarnya kecacatan berpikir orang itu tidak jauh beda dengan kedunguan orang yang memandang Tuhan sebagai ketiadaan.

Apa bukti kalau Tuhan itu merupakan ketiadaan? Saya jamin, mereka tidak akan bisa menjawab. Yang bisa mereka lakukan hanyalah merecoki audiens dengan istilah-istilah sains modern, untuk menutupi kecacatan nalar mereka sendiri. Paling jauh mereka cuma bisa bilang, ya karena Tuhan tidak bisa dibuktikan secara empirik. Padahal, Tuhan itu sendiri bukan entitas fisik, sehingga keadaan dan ketiadaan-Nya tidak mungkin diuji secara empirik. Tapi begitulah kesemrawutan berpikir orang-orang Ateis. Malas mencari, dan mereka pasrah dengan kedunguan nalar mereka sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANYA JAWAB IMAN KRISTEN   (1). 2 Korintus 5:21 berkata Dia yang tidak mengenal dosa, telah dibuat-Nya menjadi dosa. Jika Yesus adalah Allah yang tanpa dosa mengapa ayat ini berkata bahwa Yesus telah dibuat oleh Allah Bapa menjadi berdosa, jika demikian bagaimanakah Yesus bisa menebus manusia yang berdosa, kalau diri-Nya sendiri saja berdosa? JAWAB : Kalimat "telah dibuat menjadi dosa" itu artinya Yesus memang tidak berdosa, dan memang Dia harus tidak berdosa agar bisa memenuhi syarat sebagai penebus, sebab kalau Dia juga berdosa, maka Dia tidak layak menjadi penebus, malah Dia sendiri juga butuh ditebus.  Lalu apa artinya ayat ini? Ayat ini berarti Yesus yang secara inheren (pada diriNya sendiri) adalah tidak berdosa,"menjadi berdosa" karena dosa-dosa manusia ditimpakan kepadaNya. Jadi yang seharusnya dihukum karena dosa adalah kita sebagai manusia yang berdosa, tapi hukuman dosa kita ini ditimpakan kepada Yesus. Jadi Yesus "menjadi berdosa" disini karen...

APAKAH KETETAPAN ALLAH SELALU SINKRON DENGAN KEPUTUSAN MANUSIA?

Shalom pembaca yang budiman. Kali ini saya membagikan diskusi singkat saya dengan seseorang di Facebook yang bernama Andi. Dan karena saya merasa bahwa topik diskusi ini cukup menarik, saya akhirnya memutuskan untuk mendokumentasikannya. Diskusi ini berawal dari status FB Pak Heno Soeroso (seorang teman FB) yang me-repost sebuah video akun fanpage Mazmur. Isi video tersebut berbicara tentang 3 macam keputusan Tuhan. Link videonya ada di sini  https://www.facebook.com/share/v/onD1Lhx6deEVjhWb/?mibextid=oFDknk . Dan berikut cuplikan diskusinya : Dionisius Daniel Goli Sali : Ini pandangan dari orang yang tidak mengerti providensi Allah. Andi : Saya juga termasuk orang yang tidak mengerti tentang providensi Allah. Barangkali anda bisa jelaskan? Dionisius Daniel Goli Sali : Baik. Secara singkat saja. Providensi Allah tidak pernah merampok kebebasan manusia dalam menentukan pilihan/membuat keputusan. Pada saat manusia membuat keputusan, keputusan itu lahir dari pertimbanga...

MEMBUNGKAM CELOTEH DAN KEBODOHAN EDY PRAYITNO SANG MUALAF ODONG-ODONG Oleh: Arianto Tasey Rupanya Edy Prayitno sang mualaf odong-odong tidak menerima ketika kebodohannya dalam membaca dan mengutip ayat Alkitab untuk mendukung asumsi liarnya bahwa sebutan “Ibu” dalam Yohanes 20:15 itu adalah kepada Maria ibu Yesus, telah dibungkam oleh pendeta Esra Soru. Dalam sesi Tanya jawab pada momen debat lintas agama yang diselenggarakan oleh “MUALAF CENTER AYA SOFYA” pada tanggal 30 Juli 2024 yang lalu, Pendeta Esra Soru secara mantap membungkam kebodohan Prayitno. Pendeta Esra Soru memberikan argumentasi dari ayat Firman Tuhan bahwa sapaan “Ibu” dalam teks tersebut bukanlah kepada Maria ibu Yesus tetapi kepada Maria Magdalena. Dari mana kita mengetahuinya? Ayat 1 dari Yohanes 20 secara eksplisit memberitakan bahwa Maria Magdalena lah yang disebut di sana. Yohanes 20:1 “Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bah...