Langsung ke konten utama

APA ARGUMEN PALING KUAT UNTUK MEMBUKTIKAN KEBERADAAN TUHAN?


DISCLAIMER :

Kutipan percakapan ini adalah salinan dari status seorang teman di Facebook, dengan akun yang bernama Itz Mae. Ia bertanya kepada papa Ma Kuru tentang argumen yang paling sahih dan kuat yang bisa digunakan untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Pertanyaan itu kemudian memantik diskusi diantara kami (termasuk saya yang ikut nimbrung di dalamnya). 

Disini saya berusaha untuk mengutip intisari diskusinya saja, jadi saya menghilangkan beberapa komentar yang saya anggap tidak relevan. Saya juga mengatur penempatan kalimat agar menjadi lebih rapi, sehingga memudahkan kita untuk memahami argumentasi di dalamnya.

STATUS FACEBOOK : 

Apa argumen terkuat anda percaya bahwa Tuhan itu ada? aku minta salah satu argumen saja dan jelaskan secara sederhana. Ma Kuru.

Ma Kuru : Saya tidak punya argumen membuktikan keberadaan Tuhan. You come to the wrong person brother. I will never try to prove God's existence, walau beta tahu argumen-argumen yang dikemukakan orang.

Itz Mae : Kuru Ma, ya kenapa beta tanya begitu? Karena yang beta lihat kalau membuktikan keberadaan Tuhan secara ilmiah kepada ateis itu rasanya sangat sangat sukar bahkan bisa dibilang mustahil.

Ma Kuru : Ya, karena si ateis ada asumsi atau praanggapan dasarnya. Dan semua orang punya itu. Cuma kadang si ateis lupa atau tidak paham asumsi-asumsi mendasarnya dan memaksa anda untuk bertempur dengan cara melupakan asumsi yang dia gunakan. 

Anda perlu pelajari sains dan filsafat sains dan menyeret mereka untuk membahas asumsi mendasar mereka. Dan anda harus sadar bahwa tidak ada argumen yang efektif mempertobatkan orang. Hanya Roh Kudus yang mengubah pandangan orang.

Rudi Desfortin : Kuru Ma karena Tuhan memang tidak bisa dibuktikan, begitu ya Pak? Katanya sih, untuk membuktikan eksistensi Tuhan maka alat ukurnya harus lebih besar, apa begitu ya pak?

Ma Kuru : Bung Rudi Desfortin, tergantung definisi 'bukti' juga sih. Keberadaan Tuhan hanya bisa dibuktikan dalam sistem yang sudah menerima-Nya sebagai ada; bukti dalam pengertian proof ya. Tapi kalau hanya sekedar evidence, bisa saja. Cuma kalau orang berbicara tentang bukti biasanya yang dimaksud adalah proof bukan evidence. 

Artinya dalam membuktikan Tuhan ada asumsi-asumsi, dan kecuali orang bersedia mengulak-ulik asumsi-asumsi tersebut, pembuktian tidak bisa dilakukan.

Reinar Israel : Ma Kuru, bukti Tuhan ada, ada dalam pikiran dan penafsiran, begitu kira kira komandan?

Ma Kuru : Bisa saja hamba-Nya, tapi pihak yang berdebat harus siap ulik mengulik asumsi. Masalahnya seringkali para pendebat tidak siap untuk melakukan itu. Itu termasuk wilayah yang jarang dijelajahi. 

Jack : Hati nurani manusia tidak bisa berbohong, manusia pasti memiliki kesadaran dalam hatinya tentang keberadaan pencipta/Tuhan karena memang Tuhan menciptakan/menaruh perasaan itu sedemikian rupa. Lalu bagaimana dengan ateis? Tidak ada orang yang sungguh-sungguh ateis, jadi ateis adalah orang yang mengekang dengan sangat keberadaan Tuhan dalam hatinya, kenapa harus dikekang? Karena kengerian akan hukuman setelah kematian, keinginan daging yang menjadi natur manusia berdosa bertentangan dengan keinginan roh.

Itz Mae : Tapi yang menjadi pertanyaannya adalah "Apakah dasar dari penolakan ateis akan keberadaan Tuhan adalah karena ateis takut akan hukuman Tuhan?". Seperti yang aku lihat bahwa tidak semua ateis seperti itu. Salah satunya adalah Ricard Dawkins yang pada akhirnya menolak keberadaan Tuhan karena teori evolusi Darwin, bukan karena takut hukuman Tuhan.

Rudi Desfortin : Saya mau berkata, bukankah untuk membuktikan sesuatu maka alat ukurnya harus lebih besar? Apakah ada alat ukur yang lebih besar daripada Tuhan?

Itz Mae : Rudi Desfortin tapi jika alat ukur itu tidak ada, apakah Tuhan ada ?

Rudi Desfortin : Itz Mae adanya Tuhan mustahil didasarkan pada alat ukur, justru sebaliknya, Tuhan ada, tanpa didasarkan pada ketiadaan alat ukur. Adanya Tuhan tidak bergantung pada apapun, bahkan tidak bergantung pada bukti-bukti.

Itz Mae : Rudi Desfortin, bukankah pernyataan anda bahwa "keberadaan Tuhan tidak bergantung pada bukti apapun", pernyataan anda ini bukankah sudah merupakan suatu bukti?.

Tapi jika anda mengatakan tidak memerlukan bukti mengenai keberadaan Tuhan namun anda tetap percaya bahwa Tuhan itu ada, dengan alasan bahwa keberadaan Tuhan tidak memerlukan bukti. Bagaimana dengan orang agama lain? Mereka akan percaya bahwa Tuhan mereka ada, dan dasar dari kepercayaan mereka mengenai keberadaan Tuhan didasarkan pada pernyataan anda bahwa "keberadaan Tuhan tidak memerlukan bukti". Dengan begini, bagaimana jika ateis mengatakan: "Berarti Tuhan itu ada banyak". Lalu bertanya pada anda : "apakah Tuhan itu ada banyak"?

Dionisius Daniel : Shalom dan Selamat Pagi Papa Kuru Ma . Orang Ateis menuntut bukti. Saya asumsikan saja bahwa bukti yang diminta itu adalah sesuatu yang empiris, bisa dilihat, raba atau dirasakan. Dan tentu saja tak ada bukti seperti itu, karena dasar kepercayaan Kristen tidak hanya berbasis pengalaman inderawi. 

Lalu dengan demikian mereka menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ada, karena ketiadaan bukti tadi. Apakah posisi mereka yang negasi terhadap posisi Kristen, juga bisa dituntut pembuktian yang sama oleh pihak Kristen Papa?

Ma Kuru : Om, Dionisius, bicara soal bukti ini sesuatu yang sangat sulit. Karena tidak semua hal dibuktikan secara sama dan orang tidak sependapat apakah sesuatu itu bukti dari hal tertentu. Itu yang harus ditackle terlebih dahulu. Kalau tidak, maka tidak jelas apa yang diperdebatkan.

Dionisius Daniel : Kuru Ma Oke Papa.
Anggap saja bahwa orang Kristen ini tahu asumsi dasar dari orang Ateis ini adalah penolakan terhadap eksistensi imateril, dan orang Kristen setuju untuk bermain (menanggapi) di wilayah itu. Dan orang Kristen tidak bisa menunjukkan bukti yang diminta. Lalu apakah menuntut balik beban pembuktian yang sama terhadap pihak yang meminta beban pembuktian kepada kita, itu bisa dibenarkan? Apakah tidak masuk ke dalam kategori shifting burden of proof?

Karena negasi terhadap posisi Kristen juga adalah sebuah posisi. Bisakah orang Kristen juga menuntut bukti dari mereka atas posisi mereka?

Ma Kuru : Dia mempunyai asumsi bahwa harus ada bukti proof tentang eksistensi imaterial. Tanyakan dia buktinya (bukti proof dari asumsinya). Dan kita debat di sana.

Dan sejauh beta debat, tidak ada yang bisa membuktikan (dalam arti proof). Dan sampai kapanpun (saya sangka) tidak akan bisa. Karena itu ada si Descartes yang menggunakan pikiran semata. 

Artinya kalau dia tidak punya bukti juga, lalu atas dasar apa dia bisa memaksa saya untuk membuktikan? Hehehehe 

Dionisius Daniel : Kuru Ma Siap papa. Beta nangkap, thanks atas pencerahannya papa.

Wayan Arya Sastra Wijaya : Ketika orang mengatakan "bukti", maka akan menjadi satu keuntungan bila kita mengetahui apa yang dimaksud dengan "bukti" Itu? dan apa saja kriteria sesuatu yang disebut "bukti"?.

Jika "bukti" adalah kehadiran pada ranah persepsi indrawi, maka memang benar bahwa entitas yang disebut Tuhan tidak akan terbukti keberadaanNya. 

Tetapi pertanyaannya adalah, "apakah semua hal harus dibuktikan dengan satu kehadiran pada persepsi indrawi?, bagaimana dengan "persepsi indrawi" Itu sendiri?, apakah yang disebut persepsi indrawi itu sendiri bisa dibuktikan keberadaannya dengan persepsi indrawi?, jika bisa, coba tunjukan bagimana bentuknya, bunyinya, teksturnya, rasanya, atau aromanya? 

Jika tidak bisa dibuktikan, lantas mengapa anda bisa menerima keberadaan "persepsi indrawi" yang notabene tidak terbuktikan tetapi menolak keberadaan Tuhan yang juga tidak terbuktikan? ini jelas penalaran yang tidak fair. Yang you suka you pelihara, tetapi yang you tidak suka you tebang. 

 KESIMPULAN :  

Bukti didasari oleh teori yang digunakan untuk pembuktian, dan setiap orang bisa saja tidak sepakat tentang suatu teori dan saling memperdebatkan teorinya. Sehingga apa yang dianggap sebagai bukti bagi orang ateis, bisa jadi bukan merupakan bukti bagi orang beragama.

Lagipula ketika si ateis menuntut bukti, maka dia harus siap dan legowo untuk menunjukkan bukti dari sistemnya. Jika dia juga tidak mampu menunjukkan bukti-bukti dari sistemnya, maka dia juga tak ada hak untuk meminta bukti.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m