Langsung ke konten utama

AMA VS EJA


PENDAHULUAN 

Di bawah ini adalah salinan debat atau diskusi di WhatsApp antara seorang Kristen yang konservatif, dengan seseorang yang mengaku sebagai agnostik (ragu-ragu terhadap keberadaan Tuhan dan juga realitas eksistensi imateril lainnya, seperti surga maupun neraka).

Disini saya berusaha untuk mengutip intisari debatnya saja, jadi saya menghilangkan beberapa komentar yang saya anggap tidak relevan. Saya juga mengatur penempatan kalimat agar menjadi lebih rapi, sehingga memudahkan kita untuk memahami argumentasi di dalamnya. Kemudian di bagian akhir dari artikel ini, kita akan menganalisa dan membedah argumentasi dari si agnostik ini.

Selanjutnya kita sebut saja si Kristen ini dengan inisial Eja dan si agnostik ini dengan inisial Ama 

Debat ini diawali oleh Eja yang menulis status di Story WhatsAppnya, lalu kemudian ditanggapi oleh Ama yang mengambil posisi menentang TS tersebut.

JALANNYA DEBAT

Isi story WhatsApp Eja :

"Inti Iman Kristen bukan ngurusi perkara moral, baik dan jahat, tapi tentang hidup sejati di dalam Yesus Kristus. Intinya adalah Yesus Kristus menyelamatkan kita melalui karya penebusan-Nya. Moral yang baik hanyalah merupakan konsekuensi logis menjadi orang Kristen."

Story WhatsApp tersebut kemudian langsung ditanggapi oleh Ama sehingga memantik diskusi yang alot :

Ama ¹ : Penebusan dosa itu karena jahatnya manusia, jika kita menyadari kehadiran TUHAN dalam karya penebusan dan mengenang penebusan adalah sebuah karya maha agung dan satu-satunya tak ada salahnya kita menebalkan aksi nyata moralitas yakni berbuat baik dan meninggalkan kejahatan. Penyembahan tetap, mengenang tetap, aksi nyata nya ya berbuat baik.

Eja : Moralitas itu akibat atau impact dari kehidupan kita yang telah diperbaharui di dalam Kristus.
Moralitas tidak menjadi dasar dari kehidupan kekristenan kita, moralitas harus bertumpu di dalam Kristus.

Kalau sekedar moralitas saja, kita gak perlu Yesus. Orang tidak beragama saja bisa berbuat baik

Ama ² : Lalu saya bilang apa diatas tadi? adakah moralitas tanpa kristus? menyembah YES, mengenang YES, berbuat baik dan rela berkorban implementasinya.

Eja : Ada. Ada banyak orang ateis yang bisa melakukan perbuatan baik.
Mereka tak butuh Yesus sama sekali untuk menjadi orang baik.

Penekanan saya tetap pada Kristosentris, Kristus harus menjadi dasar dari moralitas kita. Moralitas bertumpu diatas Kristus, fatalnya adalah, begitu banyak pemimpin rohani yang lebih menekankan kehidupan dan perbuatan baik, jadi seolah-olah perbuatan baik itu menjadi landasan.

Bagi saya perbuatan baik kita adalah bukti bahwa kita telah lahir baru di dalam Kristus. Oleh sebab itu, Kristus harus menjadi yang paling fundamental dalam kehidupan kita.

Ama ³ : Kalau mereka butuh Yesus, untuk moralitas yang mereka anut, mereka bukan atheis dong udah jelas itu, justru kalau kita agresif dan menyerang moralitas mereka itu yang membuat kita cenderung tidak meneladani Yesus sebagai pusat moralitas kita, percayalah tanpa perlu urat leher keluar, atau saraf otak menegang, berbuat saja moralitas melalui pribadi kita yang menjiwai Yesus, itu menjadikan kita inspirasi bagi orang lain.

Landasan kita semua yang percaya kristus sudah sama. Karena sudah sama, maka para pemimpin rohani sudah tidak perlu persoalkan itu lagi, karena kalau itu mereka ajari lagi, maka bukan tempat disini, tapi di mimbar kuliah dan diskusi ilmiah. Para imam dan pemimpin rohani cukup menghadirkan konkrit dari berbuat moral menurut teladan dan pengajaran Yesus. thats it.

Tapi mungkin saya salah. Mungkin kamu masuk dengan argumen untuk dijadikan landasan dalam ranah berdebat, sedangkan saya dalam ranah praktis.

Bagi saya kekuatan dan soliditas dalam meyakini ajaran Yesus sudah final dan tak perlu penguatan dan teori demi teori. Tak perlu lagi galian ilmiah. Bagi kami non ilmiah ini, percaya saja.

Eja : Pandangan atheis itu sebenarnya berkontradiksi pada dirinya sendiri. Mereka secara tidak sadar bertumpu diatas worldwiew Kristen, tapi tetap menolak-Nya karena kedegilan hati mereka.

Sebenarnya semakin orang atheis berbuat baik, semakin mereka mempresaposisikan Allah Kristen. (kendati mereka tak mau mengakui)

Moralitas ateis tidak bisa dijustifikasi secara logis oleh karena wawasan dunia mereka yang menolak Allah (dalam hal ini Allah Kristen/Trinitarian)

Fakta bahwa orang atheis bisa melakukan moralitas, karena mereka adalah ciptaan Allah sama seperti kita. 

Perbedaannya adalah, moralitas kita didasarkan atas kebenaran firman Allah, sedangkan moralitas mereka atas dasar kesadaran mereka sendiri. Kesadaran itu ada karena mereka adalah Imago Dei nya Allah.

Sebenarnya apa yang saya lakukan adalah menyadarkan mereka, bahwa agar moralitas mereka menjadi moralitas sejati, mereka harus mengakui bahwa Allah itu ada, dan karena Allah sang sumber dan pencipta moral itu ada, maka moralitas mereka bisa eksis.

Ama ⁴ : Jangan bermimpi, sadarkan mereka (ateis). Bagi mereka berbuat baik saja sudah cukup, bahkan tanpa disadari, mereka sesungguhnya sudah melakukan kehendak tuhan kita, cuma mereka tak mau mengakuinya. Porsi kita cukup tersenyum puas karena mereka mengambil bagian dalam moralitas. Tanpa perlu mempersoalkan fondasi mereka

Dua kutub yang berbeda, jangan ada mimpi untuk membuatnya menjadi satu kutub.

Yang penting adalah manifestasi kebaikan dalam keseharian, rajin mengabarkan kabar gembira melalui mimbar gereja. dan wujudkan kebaikan setiap harinya, lalu tunggu hasilnya.

Eja : Saya kira ini agak strawman fallacy dengan komentar saya diatas.

Apa yang saya lakukan ini bukan untuk menyatukan menjadi satu kutub.

Namun hanya mau menunjukkan bahwa pandangan ateistik mereka sebenarnya tidak memiliki landasan secara logis.

Tugas pemimpin rohani adalah memastikan bahwa umat tetap mendapat pengajaran yg sehat, di jaman postmo yang serba relatif ini, penekanan terhadap ajaran ortodoksi sangat penting, karena liberalisme dan relativisme menjalar kemana-mana termasuk ke dalam gedung-gedung gereja.

Memang hanya Roh Kudus yang bisa menyandarkan seseorang. Argumentasi-argumentasi kita secara logis bertujuan untuk menconter ajaran-ajaran yang salah di sekitar kita, termasuk ajaran moralitas tanpa Kristus, maka apologetika sangat penting dan sangat relevan.

Ama ⁶ : Kenyataan itu sudah berlangsung sejak jaman permulaan manusia mengenal pencipta untuk di sembah, mereka mulai bangun keyakinan yang berbeda, keberagaman keyakinan dengan cara ibadah dan ritual yang berbeda, itu berlangsung hingga saat ini. Adakah kita alergi dengan mereka? atau adakah usaha kita untuk mengalahkan kepercayaan atau landasan logis keyakinan mereka? Jangan! Mari kita ambil jalan tengahnya, yaitu aplikasi dari moralitas yang berlandaskan ajaran Yesus dalam keseharian kita. Saya rasa kamu sependapat dengan saya soal menerima sebagai saudara dalam kemanusiaan meski berbeda keyakinan. Menyalahkan mereka juga saya rasa kurang etis, mengajak berbuat baik adalah jalan tengahnya.

Terus apa output yang hendak kamu dapatkan Eja setelah kamu mampu mengalahkan mereka secara logis?

Bagi saya, saya tidak perlu bela keyakinan saya, juga tidak perlu kajian ilmiah atau sekedar mematahkan argumen dan pendapat orang lain tentang keyakinan mereka, karena bagiku landasan agamaku yang paling kuat sedunia bahkan kiamat pun tak bisa menghancurkan apalagi sekedar menerima serangan orang terhadap apa yang saya imani, itu hanya butiran debu bagi saya.

Eja : Apologetika tidak hanya sekedar untuk self defense untuk pribadi kita, tapi mengcounter ajaran-ajaran palsu terhadap umat awam 

Umat awam belum tentu punya pemahaman Doktrinal yang kuat.

Kalau ajaran sesat dibiarkan, tanpa dicounter, maka akan banyak yang disesatkan.

Selanjutnya saya mau fokus di argumen ini, disini Ama bilang bahwa semua orang dengan pandangan masing-masing. Tak perlu dicounter atau diperdebatkan. 

Apakah itu artinya bahwa dalam pengertian tertentu Ama juga mengakui pandangan mereka ini juga benar?

Jika ada 3 pandangan yang berbeda, pandangan A, B dan C, apakah itu artinya bahwa ketiga pandangan ini sama-sama benar?

Sehingga kebenaran tak perlu diperdebatkan lagi, biarlah mereka menjalankan pandangannya masing-masing.

Apakah begitu maksudnya Ama?

Ama ⁹ : Hehe adakah kalimat saya yang setuju dan menganggap pandangan merek benar?
kan seperti status anda sebelum-sebelumnya yang saya lihat, posisi kamu dan posisi orang lain beda. Berbeda posisi bukan berarti kamu menolak mereka kan?

Kamu seakan ragu dengan TUHAN dan wahyu-NYA, serta moralitas kristen yang dipupuk sejak kita kecil, kamu ragu dengan kebaikan-kebaikan yang menjadikan kita pribadi baik hari ini. 

Untuk di mimbar ilmiah dan debat kamu sudah pas, tapi ketika masuk di keseharian hidup orang kita, itu bahkan tidak di mengerti oleh mereka. Buat mereka welding procedure lebih penting.

Eja : Saudara Ama saya kira anda strawman.

Apa yang membuat anda berkesimpulan bahwa saya ragu dengan Tuhan dan wahyu-Nya?

Ama ¹⁰ : Bukan porsi saya untuk mengatakan mereka salah. Karena salah bagi saya tak merubah keyakinan mereka bahwa mereka benar

Eja : Saya mengatakan mereka salah, karena pandangan mereka tidak juga Alkitab. Kan diatas tesis saya adalah, hanya Allah Trinitas yang benar sebagaimana diajarkan oleh Alkitab

Ama ¹¹ : Pandangan ini juga ada pada muslim dan keyakinan-keyakinan lain, adakah upaya memoderasi agar kita bisa nyaman dalam satu rumah dan antusias dalam berbuat baik meski berbeda keyakinan?. TUHAN BUTUH KEBAIKAN yang mendatangkan manfaat bagi makluk ciptaan-NYA.

Eja : Nyaman dalam satu rumah, tak berarti kita harus menganggap bahwa apa yang salah di mereka jadi benar kan?

Kalau mereka tak sadar juga, saya akan mereka memang bukan orang pilihan. Tapi saya tetap punya kewajiban untuk mencuunter mereka. Ya mungkin saja mereka bertobat atau berbalik dari pandangan mereka yg salah, kalau gak ya, itu urusan mereka. Dan mereka bukan termasuk orang pilihan (lagi-lagi disini masuk ke Doktrin Predestinasi Calvinis)

Ama ¹² : Dia pusing dengan perbedaan ciptaan makluk ciptaan-NYA, makanya selalu dalam ajaran YESUS selalu ada kata KASIH dan KEBAIKAN, itu adalah kata kunci untuk menyatukan perbedaan yang dibuat karena kedegilan dan kekeraskepalaan kita.

Eja : Apakah saudara Ama membenarkan semua pandangan yg berbeda-beda ini?
Ataukah berusaha untuk mengabaikan perbedaan ini, lalu fokus pada moralitas yg dianggap sebagai jalan tengah bagi pandangan-pandangan ini?

Ama ¹³ : Oh tidak, anda bisa check semua pernyataan saya diatas. Saya berprinsip, saya menghindari crash dan konflik. Saya menghindari perdebatan tentang keyakinan bagi saya output lebih penting.

Eja : Sejujurnya menghindari perdebatan itu agak sulit hehe.

Ama ¹⁵ : Iya karena anda sedang membaca buku-buku tentang apologetika

Eja : Bukan. Tapi tanpa sadar anda sedang berdebat dengan saya dari tadi untuk menekankan bahwa perdebatan itu tidak penting. Anda berdebat agar jangan berdebat hahaha 

Ama ¹⁶ : Kadang orang buat tulisan dan karya ilmiah tidak bernyawa, karena hanya dipindahkan dari buku-buku yang dibacanya, tanpa ada konsiderasi dengan realitas dan pengelaman hidupnya sendiri, padahal hidupnya sendiri juga adalah pengetahuan.

Aku lebih tepatnya fleksibelity dalam berkeyakinan walau pegangan saya ada tapi saya tidak terlalu secara eksplisit berjuang membuktikan karena ketika berjuang membuktikannnya aku merasa seperti menunjukan kepada dunia bahwa saya racu dengan keyakinan saya. Sama seperti punya uang tapi tak harus pamer bahwa saya punya uang betulan loh bukan uang palsu. Cukup aku saja yang tahu uang saya asli kemudian diam-diam beli beras dan makanan utk survive.

Eja : Apologetika sebenernya bukan ajang pamer ka'e. Tapi lebih kepada mandat untuk menjawab pertanyaan²/serangan² kepada Kekristenan. ( 1 Pet 3:15)

Ada dasar Alkitabnya bukan hanya asal debat saja, lebih daripada itu apologetika adalah sarana penginjilan, ada orang yg setelah mendengar penjelasan Theologis kita lalu kemudian berbalik dari pandangan yg salah.

Tapi tetap saja yang buat orang itu berbalik atau bertobat dari pandangan dunia nya yang salah bukanlah apologet, tapi Roh Kudus yang bekerja melalui diskusi atau perdebatan tadi.

Tapi kalau dia tak bertobat walaupun sudah babak belur secara argumentatif tapi tetap mempertahankan pandangannya, maka dalam Theologi Calvinis yang saya anut, saya anggap dia bukan orang pilihan.

Ama ¹⁷ : Eja, saya ingin bertanya, jika ada seorang atheis menolong seorang janda miskin yang beragama kristen, menurut anda bagaimana? Kebaikan itu diterima atau tidak?

Eja : Diterima sebagai kebaikan yang relatif bukan kebaikan sejati. Kebaikan sejati harus mempresaposisikan Allah Kristen yang Trinitarian sebagai dasar moralitasnya.

Ama ¹⁸ : Kok anak Yesus begitu setengah hati
Sebuah kebaikan saja kalian bisa menakarnya menjadi relatif, dan mutlak

Eja : Wawasan dunia ateistik itu Tuhan tidak ada
 sang pembuat hukum moral itu tidak ada. Lalu atas dasar apa dia melakukan moralitas? Kalau dia sendiri menolak sang pembuat hukum moral nya?

Ama ¹⁹ : Kalau terima ya terima kalau tidak berarti kalian memberi sedikit peluang bagi moralitas atesitik dalam kepala kalian. Bukan hati ya tapi kepala. Itu kan maunya kita yang beragama, dia mau buat baik karena rasa iba, sense of kemanusiaannya yang perlu kita takar bukan landasan keyakinannya.

Eja : Sense of kemanusiaan dia itu ada karena dia adalah imago dei nya Allah. Mereka itu adalah gambaran Allah Dia sama seperti kita

Tapi karena dia jatuh dalam dosa, maka dia mengabaikan gambar Allah dalam dirinya

Dan dia mengabaikan Allah dalam dirinya

Tujuan apologetika adalah mau menunjukkan kepada dia walaupun seberapa kuat engkau menyangkal Allah gambar Allah tetap terpancar dlm dirimu. Natur Allah itu bermoral, makanya ada unsur moralitas dalam diri manusia, termasuk dalam diri Ateis

Ama ²⁰ : Nah kalau begitu untuk apa dimusuhi, dan menolak mereka dan berusaha mengajak mereka percaya dengan landasan logis kita, mereka ateis mengambil bagian dalam karya kebaikan yang diinginkan allah kita, mengapa diblurkan menjadi relatif?

Eja : Disini dianggap relatif karena menolak pembuat hukum moral.

Ama ²¹ : Hukum moral itu hidup dalam apa?manusia kan? God's Image itu artinya moral dihidupkan oleh his or her image.

Eja : Ini sudah Strawman Fallacy

Ama ²² : Keyakinan saya bahwa kita dari sisi moral berbeda dengan ATHEIS adalah hanyalah pada KEHARUSAN
Kalau kita terikat dan wajib melakukan karena kita beragama berkonsekuensi pada neraka. sementara Atheis tak harus menolong, mereka tidak percaya surga dan neraka apalagi TUHAN. ekstrim free will ada pada mereka.

Berarti bedanya kita sama mereka adalah hanya menolak dan menerima yang jahat kan? Kalau baiknya sama semua karena asas umum moralitas yang melekat pada diri GOD'S IMAGE.

MEMBEDAH ARGUMENTASI AMA 

✓ Komentar Ama di nomor 1 saya kira masih relevan, disini Ama menekankan keseimbangan penyembahan dan aksi nyata moralitas sebagai bagian dari menghargai karya penebusan Allah. (walaupun kelihatannya dibalik pernyataan ini presuposisi Ama sebenarnya menekankan moralitas dan mengabaikan doktrin.) Oke, kita lanjut ke komentar no 2.

✓. Di no 2 Ama tetap menegaskan argumennya di no 1

✓. Di no 3 Ama berkata bahwa jika kita (orang Kristen) menyerang moralitas orang ateis, maka kita tidak meneladani Yesus sebagai pusat moral kita. Nah disini kita perlu menanyakan apa definisi "moralitas Yesus" menurut Ama?. Jika moralitas Yesus merujuk kepada segala tindakan Yesus, maka seharusnya si Ama ini setuju kalau kita orang Kristen itu berapologia (debat intelektual/penginjilan) terhadap orang Ateis, karena semasa pelayanan-Nya di dunia, Yesus kerap berdebat dengan ahli-ahli taurat kala itu.

Bagaimana bisa kita dituntut untuk meneladani moral Yesus tapi kita menolak melakukan apa yang Yesus lakukan (berdebat)? Atau apakah berdebat bukan bagian dari moral Yesus?

Selanjutnya Ama berkata bahwa landasan semua yang percaya Yesus sudah sama? Sehingga para pemimpin rohani tak perlu lagi untuk mengajar teori demi teori. Lagi-lagi apa definisi "landasan semua orang percaya sudah sama disini?". Para pemimpin rohani mengajar adalah bentuk tanggung jawab mereka untuk memperkuat fondasi iman Kristen agar kuat dan tidak goyah, dalam konteks masyarakat yang plural, dan sudah terjangkit virus relativisme postmo, maka fondasi doktrinasi iman Kristen sangat penting.

Selanjutnya Ama berkata kepada Eja bahwa mungkin saja Eja masuk dengan argumen untuk dijadikan landasan dalam berdebat, sedangkan beliau untuk landasan praktis. Saya heran kow harus ada dikotomi begini ya, seharusnya presuposisi akan kebenaran firman Tuhan menjadi landasan dalam setiap aspek kehidupan orang percaya, baik itu dalam dunia akademis yang intelektual maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari.

Di paragraf terakhir komentar Ama di no 3, saya kira Ama sedang non sequitur terhadap argumen Eja diatas .

✓. Di komentar no 4, Ama berkata "jangan bermimpi untuk sadarkan orang atheis", "kita tak akan bisa menyatukan dua kutub yang berbeda, Tak perlu persoalkan fondasi moral mereka, dan sebagainya. maka tanggapannya adalah : 

Tentu yang bisa menyandarkan orang ateis hanya Roh Kudus, apologetika disini hanya bertujuan untuk membabat world view ateistik mereka yang telah membelenggu mereka dari terang Injil, tentu apologetika adalah bagian dari penginjilan. Apologetika harus sepaket dengan injil, apologetika bukan ajang untuk gagah-gagahan atau sok hebat dalam debat. kita bisa sebut apologetika sebagai penginjilan yang bersifat intelektual atau penginjilan yang filosofis.

Tak ada yang mau menyatukan dua kutub. Disini Ama sedang strawman fallacy, tentu dua proposisi yang berbeda tidak bisa disatukan. Gelap tak bisa bersatu dengan terang. Apologetika bukan untuk menyatukan dua kubu menjadi satu, bukan untuk menyatukan kekristenan dan ateis menjadi satu.

✓. Di komentar no 5 ini Ama berkata bahwa keragaman penyembahan telah ada sejak awal dunia, oleh sebab itu fokus pada jalan tengah yaitu moralitas sebagai penengah sesuai dengan ajaran Yesus. Lagi-lagi disini Ama sedang tidak konsisten, ia mengajarkan untuk melakukan moralitas sesuai dengan apa yang Yesus lakukan, tapi menolak untuk berdebat (apologeia), sedangkan Yesus berdebat. Jadi sekali lagi Ama sedang menyuruh kita untuk melakukan sekaligus untuk tidak melakukan moralitas Yesus pada saat bersamaan, bukankah itu kontradiksi logis?

Ama bertanya kepada Eja apa Output yang hendak dicapai melalui debat atau apologetika?, Jawabannya yang tentu pertobatan.

Komentar Ama di paragraf bagian akhir lagi-lagi non sequitur. 

✓. Di komentar no 7 ini lagi-lagi Ama strawman fallacy terhadap istilah yang digunakan oleh Eja. Eja menggunakan istilah tesis tidak dalam pengertian sebagai persyaratan akademis karya akhir seseorang dalam jenjang pasca sarjana.

✓. Komentar no 7 Ama Kembali Non Sequitur atau entah strawman fallacy, intinya logical fallacy gila-gilaan disini.

 ✓. Disini Ama berkata bahwa bukan wewenang (porsi) dia untuk mengatakan seseorang salah. Salah bagi dia tak akan mengubah keyakinan orang tersebut bahwa dia benar. Jawabannya tentu firman Tuhan adalah otoritas dan standar ultimat untuk menyatakan world view lain di luar kekristenan itu salah (dosa). Nah berdasarkan otoritas itu kita mengatakan seseorang salah, agar ia bisa kembali menjadi benar, ia harus mendasari wawasan dunia nya pada firman Tuhan.

✓. Tuhan tak pernah pusing, jika Dia pusing maka itu mengindikasikan kelemahan atau kekurangan pada Tuhan. Kasih dalam Kekristenan tidak fundamental, kasih adalah impact dari kehidupan yang telah diperbaharui di dalam Kristus. Yang paling fundamental dalam iman Kristen adalah iman kepada Yesus sebagai Tuhan dan juru selamat.

✓. Ama berprinsip untuk menghindari konflik. Menutup mata terhadap penyimpangan demi menghindari konflik adalah kepalsuan. Benar katakan benar, salah katakan salah.

✓. Komentar Ama dari no 14-16 non sequitur, entah apa definisi "tidak bernyawa" yang dia gunakan disini.

✓. Komentar Ama dari No 16-21 Non Sequitur lagi.

✓. Menanggapi komentar Ama di no 22, keharusan untuk melakukan perbuatan baik dalam iman Kristen bukan dengan tujuan ke surga, surga tidak diraih hanya dengan perbuatan baik. Kesalehan kita bagaikan kain kotor di mata Tuhan. Jadi orang Kristen berbuat baik bukan untuk masuk surga, melainkan sebagai bukti kehidupan yang telah diperbaharui di dalam Kristus.

Beda orang ateis dan Kristen bukan terletak pada menolak menerima yang jahat, tapi lebih mendasar daripada itu. Perbedaannya adalah kita sebagai orang percaya telah ditebus oleh Kristus, sedangkan orang ateis tidak. 

Maka agar mereka tidak binasa dalam dosa mereka, dan diselamatkan, mereka harus mendengar injil Kristus. Oleh sebab itu mutlak harus ada pemberitaan Injil, dan apabila dalam pemberitaan itu kita mendapatkan bantahan atau serangan balik, maka apologetika mutlak dibutuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m