Langsung ke konten utama

PANDANGAN SHANKARA TENTANG DUNIA DAN REALITASNYA

Dikutip dari group Studi Refomed MYM

MYM : Seorang filsuf India yang paling penting, Shankara, mengatakan bahwa realitas satu-satunya adalah Brahman. Brahman adalah pure consciousness yang tidak memiliki keragaman atau pluralitas apapun di dalamnya. Menurut dia, Brahman dan dunia (alam semesta) ini adalah satu dan identik. Namun karena ignorance dan kebodohan, maka manusia melihat dunia ini sebagai terpecah belah, bersifat dualisme (mis. baik dan jahat, salah dan benar), dan memiliki keragaman. Sebenarnya pluralitas, dualisme, hubungan subyek-obyek, terpecah-belahnya dunia ini hanyalah sebuah ilusi. Semuanya ini hanya bersifat maya. Jika manusia sudah mencapai pengetahuan yang sejati, maka seluruh ilusi ini lenyap dengan sendirinya.

Nah, bagaimana argumentasi Clarkian diterapkan pada pandangan Shankara di atas? Ma Kuru mungkin bisa memberikan pendapat. 

Ma Kuru : Pertanyaan yang diajukan Clarkian adalah, how do you know? Bagaimana anda tahu bahwa memang demikianlah adanya. Bantahan Clarkian akan disesuaikan dengan jawaban atas pertanyaan tersebut. Apakah dia akan mengambil pola rasionalisme atau empirisme atau apa.

MYM : Atas pertanyaan Ma Kuru, Shankara kira-kira akan menjawab seperti ini : Seluruh pengalaman kita di dunia ini tidak kekal. Mis. kemarin saya main-main di pantai, setelah itu hanya tinggal kenangan dan tidak mungkin terulang secara persis sama dengan pengalaman kemarin jika seandainya saya pergi ke pantai yang sama lagi. Nah, seluruh pengalaman kita seperti itu. Bersifat fragmented, tidak menyatu, tidak kekal, dan akan hilang. Ini membuktikan bahwa itu maya (bersifat ilusi).

Nah, jika realitas itu real, maka dia tidak dapat berubah, tetap, dan bersifat kekal. Itulah Brahman. Namun kita tidak dapat memahaminya karena kita dikungkung oleh ignorance dan ilusi.

Ma Kuru : Berarti Shankara mengambil kesimpulan berdasarkan penalaran induktif. Pertanyaannya adalah bagaimana dia mengatasi kendala penalaran induktif yang tidak pernah bisa valid? Kalau penalaran yang tidak valid ini bisa diterima dalam sistemnya, mengapa dia tidak menerima penalaran saya yang dia anggap tidak valid?

MYM : Shankara mungkin akan menjawab Ma Kuru seperti ini : Penalaran induktif Shankara sendiri pun terpaksa ada karena persoalan maya (ilusi) di dunia ini harus dijelaskan. Di dalam realitas sejati (Brahman), induktif atau deduktif tidak relevan. Maka setelah orang mencapai pengetahuan sejati mengenai realitas (Brahman), penalaran lenyap dengan sendirinya. Jadi, seharusnya tidak ada perbedaan antara penalaran induktif dan deduktif dari siapapun (mis. antara Shankara dan Ma Kuru), karena semuanya itu juga adalah ilusi (maya).

Ma Kuru : Dan kalau penalaran tidak penting, maka tidak penting apakah pandangan saya benar atau tidak. Toh si Shankara juga tidak logis dan pandangannya tidak logis. Logika tidak penting. Kalau logika tidak penting, maka tidak ada perbedaan antara pandangan saya dan pandangan Shankara.

Kalau semua pembedaan menjadi tidak ada, then tidak ada guna dia mengatakan bahwa saya salah. Saya percaya atau tidak percaya pandangannya tidak menjadi masalah. Toh keduanya tidak ada bedanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m