Langsung ke konten utama

CREDO UT INTELLIGAM

Oleh : Papa Ma Kuru 

1. Pikiran manusia terbatas, tetapi tidak berarti logika (hukum-hukum logika yang berlaku pada manusia) tidak berlaku pada Allah. Hukum kontradiksi berlaku yang berlaku pada manusia tidak berbeda dengan hukum kontradiksi yang berlaku pada Allah. Tidak ada perbedaan antara logika Allah dan logika manusia.

2. “Credo” dalam ‘Credo ut intelligam’-nya Agustinus dan Anselmus tidak berarti bahwa logika tidak berlaku pada awal iman. Iman antara lain berimplikasi penerimaan terhadap proposisi tertentu sebagai benar. Tanpa pemahaman, tidak ada penerimaan terhadap proposisi tertentu. Tanpa logika tidak ada pemahaman.

"Intelligam" dalam ungkapan tersebut berarti orang tidak hanya mendengar apa yang benar dan mempercayainya, tetapi ia mampu menurunkan proposisi yang diimaninya dari kitab suci. Analoginya adalah ketika seorang siswa sekolah menengah diberitahu bahwa sebuah segitiga yang sisi-sisinya 3, 4, dan 5 inchi adalah segitiga siku-siku, dia pahami makna dari kata-kata itu. Dia terima itu. Itu adalah iman. Tetapi kalau dia sudah berpendidikan lebih tinggi, dia mencoba mendeduksi teorema tersebut dari aksioma-aksioma. 

Jadi Credo ut intelligam tidak ada hubungan dengan iman mendahului pemahaman (consequently logika) dalam pengertian lazim. Pemahaman lebih merujuk kepada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus dipercayai dari aksioma (dalam hal ini Alkitab).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m