Langsung ke konten utama

APAKAH ADA BATAS-BATAS TERTENTU DALAM MENGGUNAKAN LOGIKA?

Oleh : Muriwali Yanto Matalu 

1) Pikiran manusia terbatas. Van Till berkata bahwa logika manusia adalah replika yang terbatas dari logika Allah. Ini prinsip penting yang harus dipahami ketika kita membicarakan logika manusia.

2) Seluruh hidup kita haruslah logis (menggunakan logika), karena kalau tidak, anda akan menjadi tidak rasional dan kacau. Banyak orang hidup secara konyol, aneh, dan kacau, karena tidak logis di dalam menjalankan kehidupan mereka. Orang-orang postmodern di zaman ini adalah yang paling tidak logis, karena secara konsep mereka menolak kebenaran yang bersifat mutlak (yang di dalamnya mengandung self-contradiction), namun pada saat yang sama, mereka mengaplikasikan hukum either/or hukum non-kontradiksi dalam banyak hal dalam kehidupan mereka. Misalnya, mereka datang ke kantor setiap hari secara tetap sesuai dengan jam kantor dan tidak dapat dengan cara lain (atau bersifat relatif). Di sini secara ketat mereka mengaplikasikan hukum either/or.

3) Iman kita juga adalah iman yang logis, dan bukanlah sebuah lompatan dalam kegelapan. Ketika Tuhan memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan Ishak, Kierkegaard (seorang filsuf/teolog dari Denmark) melihatnya itu sebagai semacam lompatan dalam kegelapan. Saya kira dia salah dalam hal ini. 

Ketika Abraham rela mempersembahkan Ishak (walaupun nantinya diganti dengan seekor domba oleh Tuhan), itu memiliki sifat logis. Saya percaya bahwa dalam pengertian tertentu Abraham memiliki pemahaman bahwa yang memerintahkan dia untuk mengorbankan anaknya adalah Tuhan yang menciptakan hidup dan berhak atas hidup manusia. Dia memberi hidup dan juga berkuasa untuk menentukan mati hidupnya seseorang. Jadi, tindakan Abraham di sini bukan irasional atau ilogical tetapi memiliki alasan rasional yang cukup untuk bertindak demikian. Jadi, imannya bukan iman yang buta, tetapi iman yang memahami siapa yang dipercayai-Nya dan apa makna serta konsekwensi dari tindakan imannya.

4) Nah kalau bicara urutan logis, iman harus mendahului pengertian logika kita. "Faith seeks understanding; credo ut intelligam" kata Agustinus dan juga Anselmus. Jadi kita tidak dapat membicarakan iman yang tidak logis.

5) Contoh aplikasi praktis : Saat seseorang dipanggil Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan full time saat kariernya lagi sedang menanjak. Melepaskan seluruh pekerjaan yang sedang berkembang dengan baik lalu menjadi hamba Tuhan full time rasanya tidak logis menurut banyak orang. Setelah itu, dia akan pelayanan seperti apa? Makan minumnya siapa yang tanggung? Keluarganya bagaimana? Apakah harus bersekolah teologi atau tidak? dll. Semua masih gelap. Butuh tindakan iman dan sering tidak rasional, demikianlah pendapat banyak orang. SALAH! Di dalam semua hal yang ke depannya harus dijalani dengan iman tersebut, mutlak harus ada rasionalitas di dalamnya. E.g. Bahwa Tuhan yang memanggil dia untuk pelayanan full time adalah Tuhan yang mahakuasa dan berdaulat penuh atas hidupnya. Ini sangat rasional. Yang tidak rasional adalah jika dia mempercayai Tuhan yang terbatas. Tuhan yang terbatas itu sekarang memanggil dia pelayanan full time dan semua yang di depan masih belum jelas, namun dia mau dan rela. Jika dalam konteks ini dia rela dan mau melayani Tuhan yang terbatas itu, maka dia menjadi irasional dan bodoh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m