Langsung ke konten utama

SEBUAH REFLEKSI PRIBADI DARI RAMBUT DI KEPALA YANG MULAI MENIPIS

By : Dionisius Daniel Goli Sali

Seringkali ketika kita kehilangan (mati) orang yang dekat dengan kita, entah itu sahabat, kerabat, atau rekan kerja secara tiba-tiba, kita merasa bahwa hidup ini kow singkat sekali ya, sangat singkat. Tapi selepas itu, karena hidup ini terus berlanjut kita kemudian melupakan kedukaan tadi, kita kembali mengejar cita-cita kita, ambisi kita, dan goal pribadi.

Seiring berjalannya waktu, kita bahkan mungkin tidak sadar bahwa kita sebenarnya telah melewati begitu banyak perayaan ulang tahun yang kita lakukan dengan meriah atau penuh khidmat. Orang-orang menyanyikan lagu "Selamat ulang tahun dan panjang umur" sambil memberikan kado maupun doa. Kita didoakan untuk panjang umur, agar umur kita panjang terus, tapi kenyataannya adalah sebenarnya umur kita semakin pendek. 

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Ulang tahun semakin banyak, usia semakin tua, wajah mulai menua, sisa hidup semakin berkurang.

Sore ini, saya memandangi wajah saya di cermin, saya juga memperhatikan kepala saya yang rambutnya sudah semakin menipis, Iya, saya mulai botak. Sebuah tanda-tanda penuaan. Itu artinya sisa hidup saya semakin sedikit, dan suatu saat nanti ketika saya "pergi" (mati) mungkin teman-teman saya atau orang-orang yang menyayangi saya akan berkata: "Wah hidup ini singkat ya, Dion telah pergi".

Oleh sebab itu saya berharap bahwa nasihat dari Yakobus di bawah ini, ibarat gong yang berdenting dan selalu menjadi alarm pengingat bagi kita bahwa hidup kita ini singkat, bahkan sangat singkat.

"Yakobus 4:14 (TB)  sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m