Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali
PENDAHULUAN
Terlahir dan besar di era filsafat postmodernisme ini, serta hidup dan berinteraksi di sebuah negara yang penuh dengan keragaman, baik itu ragam etnik, ragam ras, ragam bahasa, maupun ragam agama, seringkali kita dituntut untuk "mentolerir" terhadap perbedaan yang ada.
Toleransi tentu sesuatu yang baik, tapi bagaimana jika yang dituntut adalah sesuatu yang bersifat prinsipil atau keyakinan seseorang yang sejatinya bersifat ekslusif. Ini tentu tidak sesederhana seperti kita berbeda tentang selera makan, misalnya si A menyukai Indomie rasa ayam bawang, sedangkan si B menyukai Indomie rasa rendang.
Relativisme adalah senjata pamungkas para pengagum teori "tak ada kebenaran yang mutlak". Bagi mereka, klaim ekslusifitas agamawi adalah api pemantik kekerasan atas nama agama. Jika umat manusia sedikit lebih toleran dan membuka ruang bagi penerimaan akan ideologi dan keyakinan yang lain, tidak meyakini bahwa keyakinan kita adalah satu-satunya yang benar, maka kita akan lebih gampang untuk meredam api ini membesar, sehingga tidak jadi membakar kita semua.
Kelihatannya apa yang ditawarkan oleh kaum relativisme ini cukup menarik, masuk akal, dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Tapi benarkah demikian? Mari kita ulas lebih jauh!.
1. JANGAN MEMAKSAKAN PANDANGAN ANDA KEPADA YANG LAIN
2. AGAMA-AGAMA DI DUNIA SALING MENGKLAIM KEBENARAN
3. APA YANG KEKRISTENAN TAWARKAN
(Catatan : belum selesai ditulis)
Komentar
Posting Komentar