Langsung ke konten utama

RASISME, SEBUAH BENTUK PENGHINAAN TERHADAP IMAGO DEI

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali


Pendahuluan 

George Floyd, seorang pria berkulit hitam, warga Kota Houston, di negara bagian Texas Amerika Serikat, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 25 Mei 2020, ditangan seorang oknum polisi yang bernama Dereck Chauvin. Peristiwa naas tersebut kemudian memantik gelombang protes dan demonstrasi anti rasisme di Amerika Serikat. 

Para demonstran yang tergabung dalam aliansi Black Live Matter (BLM), bergerak dari Minneapolis lalu kemudian menyebar hampir ke seluruh penjuru Amerika. Protes ini menjadi gerakan terbesar dalam sejarah Amerika Serikat. Bahkan tidak hanya di Amerika, demonstrasi anti rasisme juga terjadi diluar Amerika, menurut sumber dari Wikipedia gerakan ini menyasar sampai ke 60 negara diluar Amerika Serikat.

1. Apa itu Rasisme?

"Rasisme", mungkin diantara teman pembaca sudah sering mendengar kata ini? mungkin ada yang paham, tapi mungkin masih ada yang belum paham apa yang dimaksudkan dengan rasisme?. Baik, sebelum kita membahas lebih jauh, ada baiknya kalau kita mendefinisikan dulu apa itu rasisme. 

Rasisme adalah ketika seseorang menganggap bahwa ras dirinya lebih tinggi dari ras orang lain. Pemahaman seperti ini biasanya dikaitkan dengan diskriminasi atas perbedaan suku, agama, ras, warna kulit, golongan dan sebagainya. Jadi rasisme dapat diartikan sebagai serangan sikap, kecenderungan, atau tindakan dari seseorang yang memusuhi kelompok masyarakat tertentu karena perbedaan identitas ras.

Kasus yang menimpa George Floyd diatas adalah salah satu contoh rasisme berdasarkan ras dan warna kulit. Floyd yang keturunan Afrika ras negroid akhirnya harus mati lemas dicekik oleh Dereck Chauvin yang berkulit putih seorang Kaukasoid. 

Fakta sejarah juga mencatat beberapa peristiwa rasisme yang paling ekstrim dan sadis, tatkala manusia disamakan dengan binatang. Perbudakan kulit hitam di Eropa yang terjadi pada abad pertengahan, adalah salah satu contohnya. Saat itu para bangsawan Inggris mendatangkan budak-budak dari Afrika, lalu kemudian diperjualbelikan sebagai buruh dipasar budak. Para bangsawan Eropa ini meyakini bahwa ras mereka adalah ras terbaik, mulia dan punya kedudukan diatas ras kulit hitam, sehingga ras kulit hitam diciptakan hanya untuk melayani mereka. 

Contoh lain rasisme yang sangat sadis adalah peristiwa Holocaust di Jerman pada era perang dunia kedua, saat itu Hitler Kanselir Jerman, pemimpin partai Nazi menganggap bahwa orang-orang Yahudi adalah penghambat kemajuan bangsa Jerman, sehingga 6 juta orang Yahudi digiring ke pembantaian, mereka dibunuh dengan cara dipaksa untuk menghirup gas beracun karbon monoksida. Perkuburan di Hadamar dan kamp-kamp konsentrasi seperti di Auschwitz, Jasenovac, Sajmiste, dan kamp Dacau telah menjadi saksi bisu kebiadaban Hitler kala itu. Saat ini monumen Holocaust dibangun di kota Berlin untuk mengenang peristiwa itu.

Di jaman sekarang rasisme ekstrim dalam bentuk perbudakan memang sudah tidak ada lagi. Tapi rasisme dalam bentuk-bentuk yang lebih halus masih saja terjadi dimana-mana. Anda jangan membayangkan bahwa rasisme hanya ketika seseorang berkulit putih memperlakukan para budak kulit hitam dengan berjalan beriringan sambil kaki mereka dirantai seperti dalam film Django Unchained. Rasisme jaman sekarang jauh lebih kompleks, meski tidak dinyatakan secara langsung dalam bentuk yang ekstrim, namun stereotip negatif terhadap seseorang berdasarkan warna kulit, asal daerah, bahkan terkadang dialek tertentu yang sengaja digunakan sebagai bahan bullyng adalah bentuk-bentuk rasisme modern.

2. Rasisme di Indonesia

Keunikan sekaligus kekayaan Indonesia sebagai sebuah bangsa dengan multi etnik, ras, bahasa, agama dan budaya, disadari dengan baik oleh para Founding Fathers kita. Keragaman ini bisa rusak jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu semboyan "Bhineka Tunggal Ika" diharapkan bisa menjadi perekat atas keragaman ini. Keragaman ini dipayungi dalam suatu atap yang namanya NKRI. Disatukan tapi tetap membiarkan keragaman ini mempertahankan indentitasnya masing-masing. jadi analoginya, sama seperti sebuah rumah yang memiliki banyak kamar, namun kamar-kamar itu masih tetap berada dalam sebuah rumah besar yang sama, yaitu Indonesia.

Meski para Founding Fathers kita telah berusaha untuk menyatukan kita, namun realita berjalan tak sesuai ekspektasi. Rasisme dan diskriminasi masih terjadi dimana-mana sampai saat ini. Berikut saya berikan beberapa contoh kasus rasisme di Indonesia.

Teman-teman mungkin pernah mendengar kasus rasisme yang dialami oleh seorang YouTuber asal Papua, Paul Shady saat live di Ome TV. Saat live di Ome TV dua orang pria yang menjadi lawan bicara Paul dalam Video Call tersebut menghina Paul dan mengatainya dengan kata-kata kasar. Paul kemudian mengunggah video tersebut ke IG nya, sehingga mengundang respon dari netizen tanah air.

Ada lagi contoh lain rasisme yang terjadi di Surabaya, sejumlah orang meneriaki mahasiswa asal Papua sebagai "Monyet", yang kemudian memicu konflik. 

"Ahok kafir China", kalimat ini digaungkan dalam suatu demo besar yang dilakukan berjilid-jilid di Jakarta pada tahun 2016. Jadi, disini ada sekelompok orang mengeluarkan kata-kata rasis terhadap etnis dari Ahok yaitu China atau Thionghoa.

Di Jakarta dan mungkin di Jawa secara umum, orang timur di indentikan dengan preman atau Debt Collector karena berperawakan sangar dan berkulit gelap. Padahal tak semua orang timur adalah preman, yang jadi preman hanya segelintir saja, sebagian besar orang timur hidup secara baik-baik.

Saya sendiri juga pernah mengalami rasisme, baik itu ditempat kerja, dalam pergaulan sehari-hari, dan bahkan di gereja. Saya pernah hampir ditolak bekerja disalah satu perusahaan karena kulit saya hitam, sehingga dianggap tidak sesuai dengan "SOP" perusahaan tersebut yang lebih mengutamakan yang good looking. Saya juga pernah ditanyai oleh teman saya "Apakah di Flores ada bandara?" Jelas sekali dia menganggap bahwa Flores masih sangat ketinggalan.

Teman yang lain juga bertanya pada saya, "Dion apakah di Flores cuacanya panas sekali ya, sehingga kulit kalian hitam-hitam?". Seorang saudara seiman (Kristen) bahkan pernah mengatakan saya "birong" yang dalam bahasa batak artinya hitam, dia sambil tertawa dan mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa Batak yang saya sendiri sudah tidak mengerti lagi artinya. Dan masih banyak lagi pengalaman rasisme yang saya alami, kalau ditulis semua mungkin akan sangat panjang sehingga mungkin bisa memenuhi kolom artikel ini.

Ucapan-ucapan yang bernada rasisme atau body shaming sedapat mungkin jangan kita ucapkan, karena ucapan-ucapan itu sangat menyakiti hati saudara-saudara kita. Jika anda seorang Kristen yang kebetulan sedang membaca artikel ini, saya berharap anda bertobat dan jangan mengucapkan kata-kata rasisme seperti itu lagi. Di bagian terakhir dari artikel ini saya akan jelaskan alasan mengapa kita orang Kristen dilarang untuk bersikap rasisme.

3. Apa pandangan Alkitab tentang Rasisme?

Jika anda mencari kata "rasisme" dalam Alkitab, saya kira anda tidak akan pernah menemukan kata itu. Memang ada begitu banyak istilah dosa modern yang tidak ada didalam Alkitab. Tidak ada kata atau istilahnya secara eksplisit, tidak berarti bahwa prinsip umum anti rasisme juga tidak ada dalam Alkitab. 

Alkitab berkali-kali menggambarkan status manusia yang unik dan istimewa dihadapan Allah.

Kejadian 1:26-27 (TB) Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." 
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 

Ungkapan gambar dan rupa Allah (Ing : The Image Of God; Yun : Morphe Tou Theon; Lat :  Imago Dan Similitudo Dei; Ibr : Tselem dan Demuth)! muncul tiga kali dalam perjanjian lama yaitu dalam kejadian 1:26-27; 5:1-3; 9:5-6.

Apa yang dimaksudkan dengan gambar dan rupa Allah? Menurut Pdt. Esra Alfred Soru gambar dan rupa Allah merujuk pada aspek-aspek rohani yang manusia peroleh sebagai refleksi dari keadaan rohani yang sempurna yang dimiliki oleh Allah. Jadi dengan kata lain saat Allah menciptakan manusia, Allah mengambil sedikit dari sifat-Nya dan ditempelkan pada manusia. Sifat-sifat Allah, seperti sifat rohani, rasional, moral, kekal, kreatif dan sifat sosial adalah representasi dari sifat-sifat Allah.

Karena manusia adalah representasi dari Allah maka ketika seorang manusia menghina manusia lainnya, ia bukan saja menghina ciptaan Allah, tapi ia juga sedang menghina Allah, dan lebih buruknya lagi karena dia adalah representasi dari Allah, maka dia seolah-olah sedang menunjukkan bahwa Allah itu seperti dia. Ketika dia menghina, dia menunjukkan bahwa Allah itu penghina, ketika dia mencaci atau merendahkan sesamanya, dia sedang menunjukkan bahwa Allah itu pencaci. Semua dosa yang manusia lakukan menunjukkan bahwa Allah itu seperti dia.

Rasisme bertentangan dengan inti ajaran Kristen yaitu kasih. 

Markus 12:30-31 (TB)  Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.

Terakhir, peringatan dari Rasul Paulus ini juga hendaklah menjadi pedoman bagi kita.

Galatia 3:27-29 (TB)  Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. 
Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.
Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. 

Jadi, jelas disini bahwa kita semua adalah milik Kristus entah apapun sukunya, rasnya, warna kulitnya, jenis rambutnya, status sosial ataupun kedudukannya, kita semua sama di mata Tuhan. Oleh karena itu saya mengajak teman-teman yang membaca tulisan ini, mari bersama kita hentikan rasisme, karena rasisme adalah sebuah bentuk penghinaan terhadap Imago Dei.

Salam...

Penulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali PENDAHULUAN Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak. Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini. 1. PARADOKS  Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks:  "DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHW

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m