Langsung ke konten utama

SEGITIGA PARADOX : ANTARA PROVIDENSI, DOSA, DAN KEKUDUSAN ALLAH

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali


PENDAHULUAN

Apa yang ada di benak anda saat mendengar kata paradoks? Bagi saya memikirkan paradoks ini rasanya sama seperti kita sedang naik "Roaler Coaster". Suatu aktifitas berpikir yang memusingkan sehingga benar-benar memeras otak.

Tapi sebelum mengulas lebih jauh, saya ingin memastikan bahwa pembaca mengerti apa yang dimaksud dengan paradoks, karena istilah seperti ini tidak terbiasa lahir dari letupan-letupan percakapan ringan ala kedai tuak, sehingga tidak tertutup kemungkinan bahwa ada yang belum mengerti dengan istilah ini.

1. PARADOKS 

Apa itu paradoks? Paradoks bisa didefinisikan sebagai dua pernyataan yang berlawanan tapi keduanya sama-sama benar. Atau paradoks juga bisa diartikan benar dan salah pada saat yang bersamaan. Padahal kita tahu bahwa secara logika sesuatu yang salah tidak bisa menjadi benar disaat yang sama. Berikut ini contoh pernyataan yang bersifat paradoks: 

"DION YANG ORANG FLORES ITU BERKATA BAHWA SEMUA ORANG FLORES ADALAH PEMBOHONG"

Maka disini jika pernyataan Dion ini benar, itu juga bisa menjadi tidak benar (bohong) karena pernyataan itu keluar dari mulut orang Flores, karena Dion adalah orang Flores. Tapi jikalau pernyataan Dion ini tidak benar karena pernyataan ini lahir dari mulut orang Flores, maka pernyataan Dion tadi yang mengatakan bahwa "Semua orang Flores adalah pembohong" bisa menjadi benar. Sehingga pernyataan Dion ini bisa menjadi benar dan tidak benar pada saat yang bersamaan.

Nah saat kita belajar Teologi terkadang kita menemukan beberapa fakta dalam Alkitab yang bersifat paradoks. Secara khusus saat kita berbicara tentang providensi atau penetapan Allah atas segala sesuatu, dan relasinya dengan dosa dan natur Allah yang Kudus.

2. PROVIDENSI & DOSA 

Alkitab berkata bahwa Allah itu berdaulat terhadap segala sesuatu yang terjadi di bawah kolong langit ini. Ini berarti segala sesuatu yang terjadi, terjadi karena ditetapkan oleh Allah.

Yesaya 14:24 (TB) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firman-Nya: "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: 

Ayat ini secara implisit menyatakan kepada kita bahwa jika segala sesuatu telah terjadi, maka terjadi karena telah dirancang, atau telah ditetapkan oleh Allah. Kedaulatan Allah ini mencakup semua kejadian atau peristiwa, yang terjadi di dalam alam semesta ini, bahkan untuk peristiwa-peristiwa yang dianggap "remeh" sekalipun terjadi karena telah ditetapkan oleh Allah.

Matius 10:29-30 (TB) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.
Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya.

Nah kalau peristiwa remeh seperti jatuhnya uban dari kepala saja terjadi karena kehendak Bapa, lalu bagaimana dengan peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia ini? Jawabannya tentu terjadi di dalam kehendak dan kedaulatan Allah yang kekal. Jika segala peristiwa yang terjadi, terjadi karena telah ditetapkan oleh Allah dalam kedaulatan-Nya, lalu bagaimana dengan dosa? Bagaimana dengan peristiwa kejatuhan manusia di taman Eden? Apakah peristiwa itu memang sebenarnya telah masuk dalam skenario dekrit Allah yang kekal?

Dalam menjawab pertanyaan ini saya kira banyak orang Kristen akan menjawab, Tidak! Allah tidak mungkin menetapkan dosa, sebab natur Allah itu kudus, kudus artinya Ia terpisah dari dosa. Allah yang adalah kebenaran bagaimana mungkin menginisiasi suatu peristiwa keburukan. Lagipula Allah akan menjadi Allah yang "sinting" apabila Ia yang telah menetapkan Adam dan Hawa berdosa, tapi kemudian Ia sendiri yang menghukum mereka. Ia yang melarang Adam dan Hawa makan buah terlarang, tapi Ia sendiri yang menetapkan mereka untuk memakannya.

Jawaban seperti ini memang kelihatannya bisa membela Allah dari tuduhan sebagai otak dari skenario kejatuhan Adam dan Hawa, tapi sekali lagi jawaban seperti ini berimplikasi kepada penyangkalan akan kedaulatan Allah. Itu artinya ada peristiwa yang terjadi di luar kontrol dan kehendak Allah, jika demikian maka dimanakah letak Kedaulatan Allah?

Selain itu tinta sejarah juga mencatat fakta-fakta kelam yang pernah terjadi, peristiwa dan kejahatan-kejahatan besar yang terjadi di dunia dari dulu sampai saat ini, kasus kejahatan genosida, terorisme, kejahatan rasial dan sebagainya, apakah Allah absen dalam mengontrol peristiwa-peristiwa besar itu?

Ditambah lagi dengan adanya data-data Alkitab yang secara eksplisit menunjukkan kepada kita bahwa Allah terlibat penuh dalam merancangkan suatu peristiwa kejahatan atau dosa. Misalnya:

2 Samuel 12:11-12 (TB) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. 

(12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan."

Ini adalah hukuman dari Tuhan untuk Daud sebagai akibat dari dosa Daud atas perzinahannya dengan Betsyeba dan pembunuhan terhadap Uria. Disini Tuhan sendiri yang menetapkan bahwa Ia akan mengambil istri-istri Daud dan memberikannya kepada orang lain. Dimana orang lain akan tidur dengan istri-istri Daud di siang hari dan dihadapan seluruh Israel.

2 Samuel 16:22 (TB) Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom di atas sotoh, lalu Absalom menghampiri gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel. 

Sekarang pikirkan, apakah tindakan Absalom yang meniduri istri-istri Daud dihadapan seluruh Israel dosa atau tidak? Jika dosa, lalu siapa yang merancang dan menetapkannya? Jawabannya Tuhan! Berarti Tuhanlah yang menetapkan dosa Absalom.

Selain itu ada ayat yang menyatakan bahwa penolakan terhadap nabi-nabi yang diutus oleh Allah terjadi karena memang Allah yang mengeraskan hati Fir'aun dan umat Israel.

Yesaya 6:9-10 (TB) Kemudian firman-Nya: "Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh, tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan! 

(10) Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan menjadi sembuh." 

Keluaran 7:3 (TB) Tetapi Aku akan mengeraskan hati Firaun, dan Aku akan memperbanyak tanda-tanda dan mujizat-mujizat yang Kubuat di tanah Mesir

Mengeraskan hati dan menolak perintah Tuhan adalah dosa, tapi berdasarkan ayat-ayat diatas ternyata Tuhan sendiri lah yang mengeraskan hati Fir'aun dan hati bangsa Yahudi.

Selain itu juga ada ayat-ayat yang secara implisit menyatakan kepada kita bahwa memang Allah lah yang menetapkan dosa.

Kisah Para Rasul 4:27-28 (TB) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi,

(28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu. 

1 Petrus 1:18-20 (TB) Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas,

(19) melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.

(20) Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi — karena kamu — Ia baru menyatakan diri-Nya pada zaman akhir.

Ayat ini menyatakan kepada kita bahwa kita telah ditebus dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus, dan Kristus ternyata telah ditentukan untuk jadi penebus kita sejak sebelum dunia dijadikan.

Nah sekarang pikirkan, sebelum dunia dijadikan itu artinya belum ada penciptaan. Belum ada penciptaan, itu artinya belum ada dunia, belum ada dunia itu artinya belum ada manusia, belum ada manusia itu artinya belum ada Adam dan Hawa, belum ada Adam dan Hawa itu artinya belum ada dosa, karena dosa dilakukan oleh Adam dan Hawa. Jika dosanya juga belum ada, lalu mengapa Allah telah menetapkan penebus dosa? Jika Allah memang telah menetapkan penebus dosa, apakah itu artinya bahwa Allah juga yang telah menetapkan dosa?

Tapi mungkin banyak yang berargumen bahwa Allah tidak menetapkan dosa, Allah hanya mengetahui dan mengijinkan. Dalam pra-pengetahuan Allah, Allah telah mengetahui bahwa Adam dan Hawa akan berdosa, Allah dalam kebijaksanaan-Nya lalu mengijinkan dosa itu terjadi, dosa itu terjadi karena Allah tidak merampas kebebasan manusia. Justru fakta adanya dosa semakin menunjukkan kehendak bebas manusia yang memberontak terhadap kehendak Allah, jadi dosa disebabkan oleh kehendak bebas manusia.

Jawaban ini tidak sepenuhnya salah, tapi lagi-lagi jawaban ini tidak bisa membebaskan Allah sepenuhnya dari penyebab sekunder akan adanya dosa. Untuk menanggapi argumen ini, kita bisa mengajukan tiga pertanyaan di bawah ini:

A. Jika Allah hanya mengetahui bahwa Adam dan Hawa akan berdosa, Bisakah Allah mencegah dosa itu agar tidak terjadi? Jawabannya bisa! Karena kalau tidak bisa maka Allah tidak maha kuasa. Lalu kalau bisa mengapa Allah tidak mencegah? Mungkin akan dijawab bahwa Allah tidak mau mengintervensi kehendak bebas manusia. Oke, nah sekarang kita masuk ke pertanyaan kedua.

B. Kalau Allah tahu bahwa Adam dan Hawa akan berdosa, tapi Allah tidak menetapkan, Allah hanya mengijinkan saja, sekarang pertanyaannya adalah, Apakah Allah mau mengijinkan Adam dan Hawa berdosa? Jawabannya pasti mau, karena kalau tidak mau, Adam dan Hawa tidak mungkin jatuh dalam dosa. Oke, sekarang kita lanjut ke pertanyaan ketiga.

C. Apakah "mau mengijinkan" dosa terjadi, sama dengan menetapkan dosa? Maka disini jawaban mutlaknya, sama! Pada titik ini kita tidak bisa mengelak lagi bahwa memang Allah lah yang telah menetapkan dosa.

3. KEKUDUSAN ALLAH 

Nah sekarang bagaimana dengan kekudusan Allah? Allah kita itu kudus, fakta bahwa Allah itu kudus dinyatakan oleh beberapa ayat berikut ini:

Yesaya 6:3 (TB) Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!"  

1 Petrus 1:15-16 (TB) tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

Wahyu 4:8 (TB) Dan keempat makhluk itu masing-masing bersayap enam, sekelilingnya dan di sebelah dalamnya penuh dengan mata, dan dengan tidak berhenti-hentinya mereka berseru siang dan malam: "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang."  

Kudus artinya terpisah dari dosa. Kekudusan Allah adalah suatu sifat yang bersifat inherent dalam diri Allah, suatu sifat yang melekat dan menjadi natur dari Allah itu sendiri. Artinya jika terdapat setitik saja dosa dalam diri Allah maka Allah bukan lagi Allah, karena itu menyangkali natur dan kepribadian Allah. Sifat kekudusan Allah sama seperti sifat kemahakuasaan dan kemahatauan Allah, suatu sifat yang menjadi identitas dari diri Allah.

Jika Allah itu kudus, artinya tidak setitik pun dosa dalam diri Allah, bagaimana mungkin Allah bisa menetapkan dosa? Jika Allah tidak menetapkan dosa, maka sama seperti argumen-argumen saya sebelumnya diatas, itu berarti Allah tidak berdaulat sepenuhnya, karena ternyata masih ada hal-hal yang terjadi diluar kehendak dan kontrol Allah. Maka ini akan meniadakan sifat kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Jika Allah tidak berdaulat dan tidak maha kuasa maka Allah bukan lagi Allah. 

Disinilah letak titik paradoksalnya, dimana kita dituntut untuk menerima kedaulatan dan kemahakuasaan Allah, kita juga dituntut untuk menerima kekudusan Allah. Kedaulatan, Kekudusan dan Dosa adalah tiga hal yang dinyatakan oleh Alkitab, dan sebagai orang percaya kita menerima itu, tapi kita juga harus menerima bahwa ketiga hal itu tidak bisa disatukan. Inilah yang saya sebut dengan istilah "SEGITIGA PARADOKS : ANTARA PROVIDENSI, DOSA DAN KEKUDUSAN ALLAH."

SALAM

PENULIS......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

50 TANYA-JAWAB SEPUTAR IMAN KRISTEN

1. Jika Yesus adalah Allah, mana pengakuan Yesus secara eksplisit bahwa Dia adalah Allah? JAWAB :  Iman Kristen tidak mendasarkan hanya pada pengakuan langsung dari mulut Yesus. Iman Kristen percaya kepada kesaksian seluruh kitab suci walaupun Yesus tidak pernah mengumumkan bahwa Dia adalah Allah tapi kitab suci memberitahukan dan mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah. Jika kepercayaan atas ke-Allahan Yesus harus menuntut pengakuan langsung dari Yesus, lalu mengapa harus tiba pada kesimpulan bahwa Yesus bukan Allah, sedangkan Yesus tidak pernah mengakui bahwa Dia bukan Allah. Kesaksian dari penulis Injil sudah cukup untuk mengafirmasi bahwa Yesus adalah Allah, karena mereka adalah orang-orang yang ada di sekeliling Yesus mereka adalah para saksi-saksi mata. Sedangkan orang yang menolak Yesus tidak pernah hidup sejaman dengan Yesus. 2. Apa bukti bahwa Yesus adalah Allah? JAWAB :  Bukti bahwa Yesus adalah Allah adalah, Yesus memilik sifat-sifat dan melakukan tindakan-tindakan

BENARKAH BAHWA YESUS BUKAN THEOS?

Oleh : Dionisius Daniel Goli Sali  Menurut DR. Erastus Sabdono, Yesus itu sebenarnya bukan Theos, kata Theos hanya merujuk kepada pribadi Allah Bapa, tidak pernah merujuk kepada pribadi Allah Anak/Yesus. Nah untuk meneguhkan pandangannya, beliau lalu mengutip 2 Kor 1:3 .  2 Korintus 1:3 (TB) Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, Sedangkan menurut beliau kata Yunani yang digunakan ketika merujuk pada Yesus adalah kata Kurios [Tuhan/Tuan] bukan Theos. Berdasarkan alasan yang dikemukakan diatas, maka Erastus Sabdono merasa bahwa Yesus seharusnya tidak sederajat dengan Bapa. Kata Theos ini diterjemahkan LAI sebagai Allah, maka implikasinya [bahayanya] adalah jika Yesus bukan Theos, maka Yesus juga bukan Allah. Lalu bagaimana kita menanggapi atau menjawab ajaran Erastus Sabdono ini? Sebenarnya kalau kita merujuk ke bahasa aslinya [Yunani] kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak ayat Alkitab yang m